TRIBUN-BALI.COM - Kontroversi seputar dipilihnya Raffi Ahmad untuk mendapatkan vaksin tahap pertama terus menjadi perbincangan.
Hal ini juga mengundang pengamat Sosial dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Nurhadi turut menanggapi.
Menurut Nurhadi, pemilihan sosok yang bisa menjadi panutan untuk mengkampanyekan program vaksinasi Covid-19 ini penting.
Karena hal itu tidak hanya soal vaksinasi saja, namun pemerintah juga tengah mengkampanyekan perubahan perilaku yang menjauhi keramaian di masa pandemi Covid-19.
"Sekarang ini kita sedang mengkampanyekan perubahan kebiasaan dari suka keramaian menjadi kebiasaan yang cenderung menghindari keramaian."
Baca juga: Nagita Slavina Blak-blakan, Pilih Mundur Bila Raffi Ahmad Menikah Lagi
"Sehingga pemilihan sosok yang dijadikan panutan untuk kampanye itu seharusnya dilakukan lebih seksama lagi," kata Nurhadi kepada Tribunnews, Sabtu 16 Januari 2021.
Nurhadi menyatakan bahwa pemilihan Raffi Ahmad seharusnya tidak tepat.
Raffi Ahmad dinilai bukanlah sosok yang tepat untuk mengkampanyekan program vaksinasi dan adaptasi kebiasaan baru (AKB) ini.
Pasalnya, sejak dulu, suami dari Nagita Slavina ini dikenal karena acaranya yang melibatkan banyak orang.
"Raffi Ahmad ini sosok yang besar karena 'kerumunan'.Nama dia besar di media karena acaranya yang melibatkan banyak orang hadir di situ."
"Sehingga pilihan kepada Raffi Ahmad itu kurang tepat," kata Dosen Pendidikan Sosiologi Antropologi di UNS ini.
Ia menyebut, pemilihan duta vaksin Covid-19 ini seharusnya diisi oleh orang yang memiliki banyak prestasi.
Sehingga, sosoknya bisa dijadikan panutan yang baik oleh anak muda Indonesia.
"Seharusnya yang dipilih itu sosok yang memiliki prestasi yang patut dibanggakan."
"Dan diharapkan bisa jadi role model bagi anak-anak muda," ungkapnya.