Karena sulinggih telah meninggalkan dunia walaka dan lahir kembali ke dunia sadhaka, yang ditandai dengan upacara Dwijati atau Diksa.
Sehingga seorang sulinggih harus meninggalkan perilaku saat dia masih walaka, karena dia sekarang menuju ke alam Brahman.
Pantangan-pantangan
Seorang sulinggih juga memiliki banyak pantangan.
Antara lain, seorang sulinggih harus menuruti perintah nabe (gurunya). Tidak boleh melawan nabe.
Tidak boleh membenci, memfitnah, menjelekkan nabe. Serta masih banyak lagi.
Ada pula pantangan masalah makan, misalnya tidak makan binatang berkaki empat atau dua, ikan tertentu, sayur tertentu. Makanan bekas, makanan cemer atau tidak sukla. Dan lain-lainnya.
Pantangan berperilaku, tidak marah, membunuh, memfitnah, menyakiti mahluk hidup, berjudi, minum alkohol, berzinah (selingkuh), bahkan berhubungan dengan istri sendiri pantang dihari yang terlarang, harus pada hari baik tertentu saja.
Tidak boleh berdagang untuk mencari untung (adol atuku).
"Dan lain-lain banyak lagi pantangan-pantangannya," tegas Ida Rsi.
Seorang sulinggih memiliki kewajiban. Diantaranya, Arcanam, memuja kebesaran Tuhan, dengan setiap pagi nyurya sewana, dan lain sebagainya.
Adhyaya, selalu tekun mempelajari ilmu pengetahuan keagamaan seperti Weda, tattwa-tattwa, serta acara.
Adhyapaka, suka memberikan pengajaran tentang kerohanian, kesucian, keagamaan, kesusastraan serta bimbingan kerohanian tanpa pamrih.
Swadhyaya, rajin belajar sendiri, selalu mengulangi pelajaran yang diberikan oleh nabenya.
Dhyana, merenungkan Brahman (Tuhan) atau Ida Sang Hyang Widhi dan hakekat yang dipujanya. Aturan-aturan ini harus ditaati dan dijalankan oleh para sulinggih. Agar tidak melakukan perbuatan yang cacat.
Baca juga: Ini Penjelasan Sulinggih Soal Perbedaan Nyegara Gunung dan Meajar-ajar, Serta Makna Ngenteg Linggih
Perilaku sulinggih atau pendeta yang dianggap cacat, seperti Wuku Panjer atau sulinggih yang mengejar setoran alias mengejar pendapatan atau dana.