Oleh sebab itu, pihaknya mendorong agar pemerintah pusat dan daerah lebih mengintensifkan kembali dialog dan sosialisasi kepada masyarakat terkait proyek tersebut.
"Kalau ada penolakan ya harus diberikan penjelasan. Kalau dipandang perlu duduk bersama pemerintah dengan masyarakat bagaimana menyikapi ini. Kalau dampak ekonomi untuk PAD kita, bagaimana pariwisata tumbuh, industri tumbuh kan bagus," ungkap dia.
Seperti diberitakan Tribun Bali sebelumnya, sejumlah kekhawatiran masih mengemuka di beberapa pihak.
Beberapa waktu lalu, masyarakat khawatir menyangkut status tanah dimana ganti rugi harus ada SHM.
Sedangkan banyak warga yang tanahnya yang belum bersertifikat.
Dalam dengar pendapat antar tokoh adat dan sejumlah instansi pun mengemukakan kekhawatiran tersebut.
Terutama menyangkut dampak pembangunan tol.
Salah satunya, menyangkut kelestarian hayati terutama di kawasan hutan.
Hal ini disampaikan, Kepala Balai TNBB, drh. Agus Ngurah Krisna, bahwa hingga kini pihaknya belum mendapatkan surat resmi terkait kawasan TNBB yang digunakan tersebut.
Baca juga: Dukung Penanganan Pandemi Covid-19, DPRD Bali Sepakat Pangkas Hibah Rp 500 Juta
Berdasarkan analisa awal, ada sejumlah dampak yang harus diminimalisir.
Sebab, Tol ini akan dibangun juga melintasi sejumlah kawasan hutan termasuk Kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB).
“Dari pemrakarsa juga menyebut ada perubahan bentang alam, penurunan keanekaragaman hayati, pasti itu dampak-dampak normatifnya” ucapnya.
Karena itu, sambungnya, Tim Amdal harus mengkaji dampak detailnya.
Untuk mengurangi dampak lingkungan berkaitan Amdal, pihaknya meminta agar ruas jalan tol yang melalui kawasan hutan termasuk TNBB agar dibuat jalan laying dan juga dibangun koridor satwa.
Bahkan, pemrakarsa juga harus mengajukan permohonan ke Kementerian KLHK.