TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Maulana Aldi (20) yang berprofesi sebagai mucikari prostitusi online telah menjalani persidangan secara daring di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.
Dalam menjalankan bisnis haramnya itu, ia tega memanfaatkan anak-anak di bawah umur.
Atas perbuatannya, Aldi pun didakwa UU tentang perdagangan orang dan eksploitasi anak secara ekonomi atau seksual.
Terdakwa pun diancam pidana maksimal 10 tahun penjara.
Diungkap dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Aldi dalam kurun waktu sejak 6 Oktober hingga 30 November 2020 telah menjual dua gadis yang masih di bawah umur berinisial KTA, dan MF, untuk layanan prostitusi online alias open BO (Open Booking Online) via aplikasi Michat.
Baca juga: 4 Gadis di Bbawah Umur Terlibat Prostitusi Demi Beli Make Up dan Beli Pulsa
Baca juga: Motif Pembunuhan Cewek Bandung di Kamar Hotel Terungkap, Terkait Prostitusi Online
Baca juga: Ada Alat Kontrasepsi di TKP Homestay DFL Dibunuh, Kapolresta Wanti-wanti Praktik Prostitusi Online
"Terdakwa yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan terhadap anak dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia," sebut JPU Dewi Agustin Adiputri, Senin, 22 Maret 2021.
Lebih lanjut, pada 6 Oktober 2020, terdakwa mengajak kedua korban untuk jalan-jalan kemudian menginap di hotel kawasan Jalan Tukad Badung, Denpasar, Bali.
Setiba di hotel tersebut, terdakwa beralasan tidak mampu membayar kamar hotel dan meminta KTA dan MF menawarkan jasa Open BO secara singkat.
Baca juga: Menengok Eks Galian C Klungkung yang Bakal Jadi Pusat Kebudayaan Bali, Dulunya Lokasi Prostitusi
Meski awalnya menolak, kedua korban pada akhirnya menurut dengan permintaan terdakwa.
Setelah itu terdakwa kemudian menawarkan jasa kedua korban ke pria hidung belang via aplikasi Michat.
Malam itu, kedua korban melayani dua tamu dengan imbalan Rp150 ribu hingga Rp350 ribu.
Sejak saat itu, terdakwa terus menjajakan kedua korban setiap harinya.
Tempat untuk melakukan transaksi pun berpindah-pindah.
Ada dua hotel dan tiga home stay yang selalu dijadikan tempat mangkal oleh terdakwa.
Bahkan, terdakwa juga tanpa meragu melakukan kekerasan fisik kepada korban apabila mencoba kabur.
"Terdakwa sempat melakukan kekerasan fisik kepada KTA dengan cara memukul bagian rahang kanan dan kiri serta perutnya, karena KTA yang mengajak MF untuk meninggalkan terdakwa," beber Jaksa Dewi.
Hingga akhirnya pada 1 Desember 2020, para korban berhasil kabur dan terdakwa pun ditangkap Polresta Denpasar.
"Bahwa pada saat kejadian umur KTA dan MF belum mencapai delapan belas lahun oleh karenanya masih tergolong seorang anak," ungkap Jaksa Dewi.
Atas perbuatannya itu, terdakwa dijerat dengan Pasal 2 Jo Pasal 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Sedangkan dakwaan kedua, terdakwa dijerat dengan Pasal 76I Jo Pasal 88 UU RI No 23/2002 lengkap dengan perubahannya tentang perlindungan anak.
Menanggapi dakwaan JPU ini, terdakwa yang didampingi penasihat hukum dari PBH Peradi Denpasar tidak mengajukan keberatan.
Ketua hakim Engeliky Handajani Dai kemudian mempersilakan JPU untuk menghadirkan saksi pada sidang berikutnya. (*)