Makna Hari Raya Galungan yang Akan Dirayakan di Bali Dalam Beberapa Hari Kedepan

Penulis: AA Seri Kusniarti
Editor: Eviera Paramita Sandi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah penjor berukuran besar terpasang di Kawasan Munggu,saat hari raya Galungan dan Kuningan, Rabu (30/5/2018).

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Hari Raya Galungan tinggal enam hari lagi.

Yaitu pada Rabu 14 April 2021. Seperti biasa, masyarakat Hindu di Bali sangat antusias menyambutnya.

Sebab Galungan adalah salah satu hari keagamaan terpenting, bagi umat Hindu. Khususnya di Pulau Dewata ini.

Pentingnya Galungan, bagi umat Hindu di Bali karena banyak hal dan kepercayaan sejak dahulu kala.

Hal ini dijelaskan I Dewa Gede Windhu Sancaya, Dosen mata kuliah Filologi dan Metode Penelitian Sastra, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana.

Lanjutnya, ada ungkapan bahwa Galungan adalah 'otonan jagat' atau 'rahinan gumi'.

'Sing ada Galungan buwung'. 'Cara lekad di Galunganne' dan 'Galungan nadi'.

Ada pula disebut 'Galungan Naramangsa', dan sebutan-sebutan lainnya.

Hari Raya Galungan, yang jatuh pada hari Buda Kliwon Wuku Dunggulan, yang kalau di Jawa Wuku Dunggulan disebut dengan Wuku Galungan memiliki makna tersendiri.

"Hari Buda Kliwon merupakan hari yang sangat penting, karena dianggap sebagai hari penyatuan antara ajaran Siwa (Kliwon) dan ajaran Budha (Buda)," jelasnya kepada Tribun Bali, Kamis 8 April 2021.

Maka dari itu, setiap pertemuan antara Buda dan Kliwon dianggap sebagai hari yang 'istimewa' oleh orang Hindu di Bali. Seperti Buda Kliwon Sinta (Pagerwesi), Buda Kliwon Pahang (Pegatwakan), dan lain sebagainya.

"Bila dilihat dari rangkaian hari-hari menjelang Galungan. Mulai dari Tumpek Wariga hingga hari penampahan tampak betapa sakralnya perayaan Galungan ini," sebut dosen ini. Dan perayaan Galungan baru dianggap berakhir pada hari Buda Kliwon Pahang, 42 hari setelah Galungan.

Tradisi Perayaan Galungan di Bali, kata dia, paling tidak sudah berusia 1000 tahun atau satu milenial.

Tradisi ini berkembang terus-menerus hingga kini.

Sejumlah lontar semisal Sundarigama, Usana Bali, serta Sri Jaya Kesunu.

Diantaranya ada menyebutkan tentang latar belakang sejarah dan juga filosofis makna, serta tujuan perayaan Hari Raya Galungan.

"Bagi masyarakat awam, pada umumnya Hari Raya Galungan dianggap sebagai perayaan hari kemenangan Dharma melawan Adharma," katanya.

Sebab pada hari Galungan ini, roh para leluhur yang telah disucikan turun dari alam kadewataan dan beliau berkenan berstana di merajan atau sanggah keturunannya masing-masing.

Bahkan ada juga yg mengaitkannya dgn perayaan yang sama di India.

"Meskipun hari raya Galungan sudah berusia hampir seribu tahun, namun hingga kini belum ada sebuah buku yang cukup komprehensif dan mendalam menjelaskan sejarah, filosofi, dan makna hari raya Galungan ini," ungkapnya.

Buku kecil berjudul Hari Raya Galungan yang diterbitkan Pemda Bali tahun 1988/1989, merupakan satu upaya yang pernah dilakukan agar masyarakat bisa memiliki gambaran sekilas tentang hari raya Galungan.

"Buku ini ditulis oleh ibu Dra. Ni Made Arwati, seorang wanita yang cukup banyak menulis buku dan sering melakukan ceramah-ceramah keagamaan, namun nasibnya tidak banyak diperhatikan orang," jelasnya.

Ia pun berharap, Galungan ini akan menjadi berkah bagi seluruh umat manusia. (*)

Berita Terkini