TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Jelang perayaan hari raya Galungan harga daging babi melonjak di pasaran.
Hal ini membuat masyarakat Bali yang merayakan perayaan Galungan kesulitan untuk melakukan tradisi penampahan.
Terkait hal tersebut, para peternak menolak anggapan bahwa kenaikan harga daging babi tersebut disebabkan oleh pihaknya.
Para peternak mengaku bahwa kenaikan harga daging babi tersebut justru terjadi setelah dilakukan pemotongan.
Baca juga: 10 Ekor Babi Milik Dek Lodek Hilang Dicuri Saat Hendak Dijual Saat Hari Raya Galungan-Kuningan
Pihaknya mengungkapkan bahwa harga daging babi hidup di peternak sendiri malah tidak ada kenaikan signifikan.
"Harga babi hidup tidak ada kenaikan tajam, masih sekitaran Rp 45 ribu sampai Rp 50 ribu per kilogram, tidak ada naik.
Mungkin pas momennya dimanfaatkan oleh penjual dagingnya atau pasar," jelas Sekretaris Perkumpulan Peternak Hewan Monogastrik Indonesia (PHMI) Putu Ria Wijayanti saat dikonfirmasi Senin 12 April 2021.
Pihaknya mengibaratkan kenaikan harga daging babi diibaratkan seperti lonjakan yang lainnya, seperti janur dan bunga.
Saat hari raya tengkulak atau dagang memanfaatkan momen menaikkan harga.
"Jadi tidak ada lonjakan harga di babi hidup. Sebenarnya tidak ada lonjakan tajam, yang ada naik ini adalah dagingnya. Perlu masyarakat tahu agar tidak jadi polemik pernak dan masyarakat. Harga naik setelah olahan babi dipotong, tidak ada kapasitas peternak di sana," sambungnya.
Saat ditanya apakah ada lonjakan permintaan daging babi sebagai dampak dari populasi babi yang sedikit, pihaknya juga mengaku bahwa populasi daging babi selama ini masih mencukupi.
"Tidak semua tahu kondisi di bawah seperti apa. Bisa dikontrol di bawah ada gak yang gak dapat babi?" tanya dia.
Ditambahkan saat ini perlu bibit yang banyak kalau ingin seperti tahun lalu.
Namun sekarang peternak lebih memilih membagi, dulu bisa memelihara untuk penggemukan saja.
Baca juga: Jelang Hari Raya Galungan dan Kuningan, Permintaan Daging Babi di Jembrana Bali Menurun
Sementara sekarang penggemukan 70 persen, dan 30 persen disiapkan untuk indukan.
"Populasi menurut saya saat ini memang tidak ada kekurangan, masyarakat juga bisa lebih hemat dengan mepatung.
Karena tidak ada peternak memanfaatkan momen, yang ada lonjakan harga daging babi di luar kapasitas si peternak," tandas Ria Wijayanti. (*)
Artikel lainnya di Berita Bali