Laporan Wartawan Tribun Bali, Ni Luh Putu Wahyuni Sri Utami
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bali mencatat adanya kasus pelecehan seksual yang terjadi di Universitas Udayana.
Direktur LBH/YLBHI Bali Ni Kadek Vany Primaliraning mengatakan awal mulanya menemukan kasus tersebut ketika pihaknya membuka posko pengaduan terkait korban kekerasan seksual.
"Jadi awalnya akhir tahun lalu 2020 dari LBH Bali terus dari kawan-kawan mahasiswa di Udayana buka posko pengaduan terkait dengan korban kekeras seksual. Jadi dari posko tersebut tidak harus kemudian korbannya minta advokasi ataupun tidak harus korban, bisa saja kemudian pihak ketiga itu yang kemudian lihat mungkin temannya atau kawannya yang lain yang mendapatkan kekerasan seksual," kata dia pada, Senin (22 November 2021).
Hingga dari data tersebut terakumulasi terdapat sebanyak 73 laporan.
Baca juga: Pelecehan Seksual Seperti Fenomena Gunung Es, Unud Bentuk Satgas Khusus Koneksi Langsung Kementerian
Dari 73 laporan tersebut kemudian dilakukan seleksi dan hasilnya 42 laporan merupakan korban kekerasan seksual.
Ia mengatakan data tersebut sudah pernah diserahkan ke Wakil Rektor 4 pada, 29 Desember 2020 lalu.
"Nah sebenarnya data ini sudah pernah kita kasi ke wakil Rektor 4 itu pada 29 Desember 2020. Dan tuntutannya sudah kita sampaikan bahwa sebenarnya korban itu kalau secara hukum kan memang minim ya, minim perlindungan.
Harapannya memang di laporan tersebut harapannya apa, terus harapannya yang jelas ada tindakan dari kampus terhadap pelaku, terus yang kedua paling banyak mereka menuntut adanya sistem perlindungan bagi korban kekerasan seksual di kampus," tambahnya.
Ia juga telah menyampaikan hal tersebut ke pihak Rektorat dan sudah mendorong agar terdapat agreement antara kawan-kawan mahasiswa dengan pihak Rektorat.
Namun waktu itu ditolak, mereka tidak mau menandatangani agreement. Mereka mengatakan akan melakukan diskusi, lalu menyelesaikan pelaporan kasus.
"Hanya itu saja yang disanggupi oleh mereka, tapi kemudian data yang besar ini, terus yang mendorong sistem itu, sebenarnya ada dua ya, advokasi kasus sama advokasi by data ini, nah by data ini kemudian tidak diindahkan atau tidak dihiraukan sebagai suatu hal yang urgent juga gitu.
Jadi kemudian tidak tersepakatilah kemudian bagaimana konsesiten dari pihak kampus untuk membuat semacam sistem perlindungan di sana, tidak selesai gitu," paparnya.
Dan hingga saat ini pun ia mengatakan masih belum menemukan kejelasan terkait dengan sistem penyelesaian kasus yang pernah dibawa ke Rektorat.
Termasuk juga dengan data ini, yang ingin sampaikan itu juga tidak jelas sistemnya, dalam artian tidak jelas apakah akan dibentuk sistem perlindungannya padahal datanya juga lumayan banyak.
Baca juga: Kasus Pelecehan Seksual Diungkap dengan Survei, Rektor Unud Ambil Langkah Hukum jika Tak Terbukti