Patung ini dibuat dengan paras cor dengan tinggi 3 meter, dan bobot satu patung 3.3 ton.
Sementara untuk lebar patung 120 cm dan tinggi pedestal atau alas patung 130 cm.
“Saya yang membuat bentuknya dan proporsi patung, sementara teman-teman membantu untuk membuat ukiran aksesorinya. Waktunya cukup mepet tiga bulan, kalau tidak dibantu tidak bisa cepat,” akunya.
Pembuatan patung ini pun mengalami beberapa kendala terkait pencarian bentuk boma atau raksasa.
Apalagi ini merupakan patung pertama yang dibuat oleh Kedux.
“Awalnya saya berpikir boma itu sederhana, tapi setelah saya buat, banyak hal yang harus dipelajari. Misal tangan kanan bawa senjata, kaki kiri yang naik,” katanya.
Selain itu, dirinya juga harus mencaritahu perbedaan style bom Kota Denpasar atau Bebadungan, Gianyar, tahun 1970-an hingga tahun 1940-an.
Sementara itu, untuk aksesoris atau pepayasan patung, idenya ia ambil dari Patung Catur Muka.
Selain itu, inspirasinya juga diambil dari beberapa patung yang ada di kawasan Jalan Gajah Mada seperti Pura Maospahit, maupun Grengceng.
“Karena ini satu kesatuan agar bentuknya matcing makanya saya acuannya ke Catur Muka lebih banyak dan ada beberapa patung lainnya di sekitaran Gajah Mada,” katanya.
Baca juga: Didesain Kedux Garage, Dua Patung Sang Kala Trisemaya Akan Hiasi Jalan Gajah Mada Denpasar
Pengerjaan patung ini baru selesai Senin, 29 November 2021 malam dan paginya langsung dibawa ke Denpasar.
Bagi Kedux, karakter Denpasar khususnya Bebadungan harus tetap dipertahankan dan diangkat agar tidak hilang.
“Bagaimana kita mempertahankan karakter dari karya nenek moyang kita. Jangan sampai semua bangunan menggunakan karakter luar,” katanya.
Oleh karena itu, dalam pembuatan patung ini ia berusaha menggunakan acuan style bebadungan.
Dirinya pun merasa sangat bangga karena diberikan kesempatan untuk merespon Jembatan Jalan Gajah Mada ini.
“Meskipun ini pengalaman pertama saya dalam membuat patung, tapi saya buat yang terbaik untuk Denpasar. Kalau ditunjuk lagi, siap gas,” katanya.
(*)