Upacara ini diperuntukkan bagi si ibu yang masih hidup, dan sang bayi yang telah meninggal tersebut.
“Upacara warak kruron adalah upacara pembersihan bagi si ibu. Walaupun ibu tersebut, hanya hamil beberapa minggu saja lalu keguguran. Tetap harus dilaksanakan upacara pembersihan ini,” tegas beliau.
Kemudian untuk upacara pembersihan si bayi, dilakukan dengan ngelangkir.
Untuk ngelungah, kata beliau, adalah upacara bagi bayi yang lahir dan telah kepus pusar hingga sebelum ketus gigi lalu meninggal. Untuk ngelungah dan ngelangkir, tidak perlu ada upacara ngalinggihang.
“Sebab yang harus dilakukan adalah upacara inisiasi pembersihan saja, dan dibakar lalu dibuang ke laut,” ujar beliau. Kecuali ngaben bagi orang dewasa, baru perlu ngalinggihang setelah upacara ngaben dan mamukur.
Tak perlu ngelinggihang ini, jelas ida, karena sang bayi masih dalam tatanan konsep dewata. Bak kertas putih kosong yang masih suci, belum terkena dosa.
“Dianggap sebagai dewa, sehingga tidak perlu lagi ngalinggihang,” jelas beliau.
Untuk itu, bagi peserta yang hendak mengikuti upacara warak kruron, ngelangkir, dan ngelungah ini. Hanya perlu membawa diri dan tirta dari kamulan (rong tiga) di rumahnya.
Peserta juga bisa bertanya langsung ke Gria Bhuwana Dharma Shanti, di Gang Gumuk C Nomor 3, Sesesan, Denpasar Selatan, Bali. (*)