Berita Bali

Kasus Dugaan Suap Pengurusan DID Tabanan, Eka Wiryastuti Pasrah Dituntut 4 Tahun

Penulis: Putu Candra
Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Eka Wiryastuti tiba di Pengadilan Tipikor Denpasar jelang sidang kasus dugaan suap DID Tabanan, Jumat 11 Agustus 2022 - Kasus Dugaan Suap Pengurusan DID Tabanan, Eka Wiryastuti Pasrah Dituntut 4 Tahun

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tidak banyak kata yang meluncur dari mulut Eks Bupati Tabanan, Ni Putu Eka Wiryastuti menanggapi tuntutan pidana yang dilayangkan jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Putri Ketua DPRD Provinsi Bali, I Nyoman Adi Wiryatama ini mengatakan, akan mengikuti proses sidang.

"Tidak ada sih. Ikuti proses saja. Mohon doanya," katannya ditemui seusai sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis 11 Agustus 2022.

Eka Wiryastuti dituntut empat tahun penjara, ditambah denda Rp 110 juta subsidair tiga bulan kurungan.

Baca juga: HAK POLITIK Eka Wiryastuti Dicabut, Dituntut 4 Tahun Penjara, Buntut Kasus DID Tabanan

Juga hak politiknya dicabut selama lima tahun.

Eka Wiryastuti dinilai terlibat melakukan suap sebesar Rp 600 juta dan 55.300 dolar Amerika terhadap dua pejabat Kementerian Keuangan dalam pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) Kabupaten Tabanan anggaran 2018.

Dengan demikian Eka Wiryastuti dinyatakan terbukti bersalah melakukan tidak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, sebagaimana dakwaan alternatif pertama, yakni Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Korupsi.

Terpisah, I Gede Wija Kusuma selaku penasihat hukum Eka Wiryastuti menyayangkan dakwaan jaksa penuntut umum dalam surat tuntutan.

"Dakwaan KPK ke pasal 5 penyuapan. Dengan cerita-ceritanya yang panjang lebar tadi itu, bahwa KPK menyimpulkan mens rea-nya itu atau niat jahat itu ada di pihak Eka," terangnya.

Di sisi lain, kata Gede Wija, pendapat ahli yang diajukannya di persidangan sebelumnya menyebut, bahwa mens rea itu menjadi suatu perbuatan pidana apabila ada perbuatan.

"Eka itu tidak kenal dengan yang namanya Yaya Purnomo. Tidak kenal dengan Rifa Surya. Kemudian kalau penyuapan itu harus ada ijab kabul, ada interaksi antara yang disuap dan yang diberi suap," jelasnya.

"Oleh karena itu kami siap dengan pledoi hari Selasa. Ini kan baru tuntutan," imbuh Gede Wija.
Terkait tuntutan pencabutan hak politik kliennya, Gede Wija mengatakan terlalu mengada-ada. "Ya itu menurut saya mengada-ada saja. Ini perkara suap, tidak ada kerugian negara dan itu perlu dibuktikan nanti," katanya.

Eka Wiryastuti dituntut pidana penjara selama empat tahun oleh jaksa KPK.

Surat tuntutan terhadap Eka dibacakan jaksa penuntut umum dalam sidang yang digelar secara tatap muka di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis.

Sebagaimana dakwaan alternatif pertama jaksa penuntut umum, Eka Wiryastuti dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.

Dengan demikian Eka Wiryastuti dijerat pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU RI No 20 tahun 2021 tentang Perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ni Putu Eka Wiryastuti berupa pidana penjara selama empat tahun, dikurangi selama dalam tahanan," tegas jaksa penuntut umum, Eko Wahyu Prayitno dihadapan majelis hakim pimpinan I Nyoman Wiguna.

Eka Wiryastuti juga dituntut pidana denda Rp 110 juta subsidair tiga bulan kurungan, dengan perintah tetap ditahan.

Selain itu, jaksa penuntut umum, menuntut Eka Wiryastuti dengan pidana tambahan, yakni pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun.

Terhitung sejak selesai menjalani pidana pokoknya.

Pun dalam surat tuntutannya, jaksa penuntut umum mengurai hal memberatkan dan meringankan sebagai pertimbangan mengajukan tuntutan.

Hal meringankan, disebutkan terdakwa Eka Wiryastuti belum pernah dihukum.

Sedangkan hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa Eka Wiryastuti selaku kepala daerah atau bupati tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi.

"Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya," papar jaksa penuntut, Eko Wahyu Prayitno.

Terhadap tuntutan pidana dari jaksa penuntut umum, Eka Wiryastuti melalui tim penasihat hukumnya yang dikoordinir I Made Wija Kusuma akan mengajukan pembelaan (pledoi) secara tertulis.

Nota pembelaan akan dibacakan pada sidang yang digelar, Selasa 16 Agustus 2022.

Dewa Wiratmaja Apreasiasi Tuntutan Jaksa

TERDAKWA I Dewa Nyoman Wiratmaja mengapresiasi tuntutan pidana yang dilayangkan jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Jaksa penuntut umum KPK menuntut Dewa Wiratmaja dengan pidana selama tiga tahun dan enam bulan (3,5 tahun).

Terdakwa yang merupakan dosen Universitas Udayana sekaligus mantan staf khusus eks Bupati Tabanan, Ni Putu Eka Wiryastuti dituntut pidana karena dinilai terlibat melakukan suap sebesar Rp 600 juta dan 55.300 dolar Amerika terhadap dua pejabat Kementerian Keuangan dalam pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) Kabupaten Tabanan anggaran 2018.

Ditemui seusai sidang, Dewa Wiratmaja tidak pernah berpikir berapa tuntutan yang akan dilayangkan jaksa KPK.

Baginya tuntutan jaksa ini, di bawah ancaman pidana maksimal lima tahun dan di atas pidana minimal satu tahun.

"Saya tidak pernah menyangka-nyangka, tapi kalau ancamannya maksimal lima tahun yang pasti saya tidak tahu harus berkomentar apa. Yang pasti (tuntutan pidana) di bawah maksimal, di atas minimal satu tahun," terangnnya ditemui seusai sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, Bali, Kamis 11 Agustus 2022.

Dia pun mengapreasiasi KPK karena memiliki integritas dalam menuntaskan kasus ini.

"Ya saya sebagai warga negara Indonesia sangat mengapreasiasi KPK. Saya yakin KPK itu memiliki integritas yang luar biasa. Untuk kasus saya dari fakta persidangan tidak ada indikasi kerugian negara. Jadi sudah bergulir dari tahun 2018 saya dimintai keterangan. Hampir empat tahun lebih," jelasnya.

"(KPK) sebegitu tekun, ulet, gigih sampai akhirnya dibawa ke persidangan untuk sebuah kasus yang dari fakta persidangan tidak ada indikasi kerugian negara," lanjut Dewa Wiratmaja.

Pula dirinya mengaku bisa bernafas lega KPK telah bekerja serius dalam memberantas korupsi.

"Saya sangat bangga dengan adanya institusi yang begitu gigih dalam membuktikan sebuah peristiwa. Artinya begitu sungguh-sungguh dalam mengungkap peristiwa," ucap Dewa Wiratmaja.

Dewa Wiratmaja pun kembali menegaskan, tidak keberatan dengan tuntutan jaksa penuntut KPK.

“Tidak ada (keberatan)," tegasnya.

Ditanya apakah nanti akan mengajukan pembelaan tersendiri, Dewa Wiratmaja belum bisa memastikan.

"Sampai saat ini saya tidak ada rencana menulis. Tapi tidak tahu nanti malam mungkin saya buat. Di rutan tidak mungkin menulis, karena agak bising. Tapi siapa tahu ada inspirasi, dan keadaan sudah tenang saya akan menulis untuk pledoi," ujarnya.

Surat tuntutan terhadap Dewa Wiratmaja tersebut dibacakan tim jaksa KPK dalam sidang yang digelar secara tatap muka di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis.

Di hadapan majelis hakim pimpinan I Nyoman Wiguna, tim jaksa KPK menilai perbuatan Dewa Wiratmaja terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana dakwaan alternatif pertama.

Oleh karena itu Dewa Wiratmaja dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf b UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU RI No 20 tahun 2021 tentang Perubahan atas UU RI N. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Menuntut, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I Dewa Nyoman Wiratmaja berupa pidana penjara selama tiga tahun dan enam bulan, dikurangi selama berada dalam tahanan," tegas jaksa KPK.

Selain pidana badan, Dewa Wiratmaja juga dituntut pidana denda Rp 110 juta subsidair tiga bulan kuruang.

Terhadap tuntutan dari jaksa penuntut umum, Dewa Wiratmaja didampingi tim penasihat hukumnya akan mengajukan pembelaan (pledoi) secara tertulis.

Nota pembelaan akan dibacakan pada sidang pekan depan. (*).

Kumpulan Artikel Bali

Berita Terkini