TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Prosesi palebon atau pengabenan jenazah nenek mantan Bupati Tabanan, Eka Wiryastuti, sudah berlangsung.
Ngaben mendiang Ni Wayan Suweca, digelar Jumat 28 Oktober 2022.
Pengabenan digelar di Setra Desa Adat Tegeh, Desa Angsri, Kecamatan Baturiti, Tabanan.
Ibunda Ketua DPRD Provinsi Bali, Nyoman Adi Wiryatama, telah berpulang atau tutup usia pada usia 95 tahun.
Jenazah meninggalkan enam orang anak, dengan sembilan cucu dan tujuh orang cicit.
Baca juga: Eka Wiryastuti Minta Izin Belum Direspon MA, Terkait Upacara Ngaben Neneknya
Baca juga: Dadong Suka Makan Sup Kepala Ikan, Kisah Semasa Hidup Ibunda Ketua DPRD Provinsi Bali
Pantauan Tribun Bali, jenazah dibawa pada bade tumpang tujuh.
Kemudian digotong bersama-sama oleh puluhan warga, dari rumah duka ke Setra Aesa Adat Tegeh yang jaraknya sekurang lebih 500 meter hingga satu kilometer.
Untuk menuju ke lokasi pembakaran jenazah, warga pun harus menggotong bade menanjak ke atas sekurang lebih 50 meteran.
Ratusan warga nampak memadati setra.
Jenazah yang ditempatkan di bade tumpang tujuh itu, tiba di setra sekurang lebih pukul 09.45 WITA.
Selain bade kendaraan untuk pembakaran jenazah, juga nampak dibawa oleh warga yang turut mengikuti proses pengabenan.
Berbentuk lembu.
Setiba di setra, bade ditempatkan di sisi barat setra.
Jenazah kemudian diturunkan dan dibopong oleh lima hingga sepuluh-an warga.
Usai dibopong kemudian jenazah ditempatkan di kendaraan atau lembu itu, yang selanjutnya dilakukan prosesi pembakaran.
Anak Adi Wiryatama atau cucu mendiang, I Gede Made Dedy Pratama, mengatakan bahwa setelah prosesi pengabenan usai, maka dilanjutkan dengan menggelar upacara ngangget don bingin, atau memetik daun beringin.
Itu merupakan rangkaian upacara mamukur dalam Atma Wedana.
Daun beringin dipetik dengan galah, menggunakan pisau khusus diujungnya dan beberapa orang menunggu di bawah dengan tikar kelesa yang ditutupi kain kasa putih.
“Kami keluarga sudah mengikhlaskan dadong pergi bersanding dengan yang Maha Kuasa.
Dan prosesi upacara akan dilanjutkan esok hari,” ucapnya Jumat 28 Oktober 2022.
Upacara selanjutanya, sambungnya, yaitu nyegara gunung (laut dan gunung).
Nyegara gunung adalah filosofi di Bali, bahwa antara laut (segara) dan gunung adalah satu kesatuan tak terpisahkan.
Oleh karena itu, setiap tindakan di gunung akan berdampak pada laut.
Demikian pula sebaliknya.
Umat Hindu di Bali, biasanya nyegara gunung dilakukan di Pura Goa Lawah, Klungkung.
Tujuannya untuk memanggil kembali roh yang telah dianyud atau dilarung ke laut untuk ditempatkan di sanggah kemulan (merajan atau sanggah yang berada di rumah masing-masing).
Gunung, daratan yang menjulang ke angkasa adalah sumber penghidupan semua makhluk.
Sedangkan lautan mengelilingi daratan, dan hampir memenuhi seluruh permukaan bumi.
Vibrasi dari dua tempat ini juga memancarkan aura keagungan dari Sang Pencipta,
Tahap terakhir adalah upacara maajar-ajar.
Maajar-ajar adalah upacara untuk mengiringi para roh suci, dalam perjalanan tirtha yatra ke berbagai pura di Bali yang dilaksanakan setelah upacara nyegara agung.
“Tujuan upacara maajar-ajar ini untuk mengajak sang roh suci, ke berbagai pura stana para dewa agar mendapat restu serta dikenal sebagai roh yang sudah disucikan.
Setelah maajar-ajar, maka selesailah seluruh rangkaian upacara ngaben yang dilaksanakan,” bebernya. (*)