TRIBUN-BALI.COM - Akhirnya sudah memasuki bulan November 2022.
Seperti biasa, di dalam kalender Bali, tentu akan ada hari raya bagi umat Hindu.
Di mana lebih dikenal dengan sebutan rahinan serta piodalan.
Yuk Tribunners, khususnya kalian yang beragama Hindu, simak rahinan dan piodalan apa saja yang ada di bulan November 2022 ini.
Baca juga: Kajeng Kliwon Pamelas Tali, Ini Kisah Watugunung dan Kaitan Dengan Piodalan Saraswati
Baca juga: KAJENG KLIWON Enyitan Buka Awal Bulan September 2022, Simak Rahinan Lainnya
5 November 2022 Hari Suci Tumpek Landep
Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti menjelaskan sebenarnya Tumpek Landep adalah upacara yang ditujukan kepada Ida Hyang Widhi Wasa, dalam manifestasinya sebagai Sanghyang Pasupati, yaitu pemberi ketajaman pikiran dan ketajaman pengetahuan.
Semua itu dalam sebuah simbol, maka keris dipakai sebagai simbol atau lambang ketajaman.
"Namun sesungguhnya ketajaman yang dimaksud adalah ketajaman pikiran dan ketajaman Jnana," jelas ida rsi kepada Tribun Bali, Jumat 12 Februari 2021.
Tumpek landep kaitannya sangat erat dengan Saraswati yaitu turunnya ilmu pengetahuan.
Ketajaman Jnana erat kaitannya dengan pengetahuan.
"Ketika kita melihat keris maka terbayang bahwa keris yang tajam dibuat dari logam, salah satunya adalah besi. Sehingga ada beberapa masyarakat yang salah kaprah, bahwa segala yang dibuat dari besi dihubungkan dengan ketajaman," jelas ida rsi.
Bahkan seiring perkembangan zaman, mobil, motor, hingga komputer pun dihubungkan dengan ketajaman dalam artian tajam untuk melakukan atau hal hal yang berhubungan dengan material.
"Ini sering menyebabkan salah persepsi, bahwa Tumpek Landep sebagai otonan besi, padahal itu tidak tepat, karena Tumpek Landep adalah piodalan Ida Sanghyang Pasupati sebagai dewa pemberi ketajaman pikiran dan ketajaman mengolah pengetahuan," jelas ida rsi.
Hal senada juga diungkapkan Jero Mangku Ketut Maliarsa.
" Tumpek Landep adalah hari suci Hindu'>Agama Hindu yang diperingati umat Hindu setiap 6 bulan sekali atau setiap 210 hari sekali, sehingga dalam perhitungan kalender Bali, dalam satu tahun dirayakan dua kali, yaitu setiap hari Sabtu Kliwon wuku Landep," sebutnya.
Jika ditilik dari perputaran hari suci tumpek, maka Tumpek Landep ini dapat dikatakan perputaran pertama dari sekian hari suci tumpek-tumpek yang ada.
Tumpek dari kata 'tumampek' atau 'tampa' yang artinya turun dan menjadi tumpek bermakna dekat.
Maksudnya mendekatkan diri dengan memuja keagungan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa dalam memohon anugerah-Nya.
Kata Landep artinya tajam atau runcing.Benda-benda yang tajam biasanya dianalogikan dengan senjata seperti keris, tombak, pedang, pisau dan benda-benda lain yang terbuat dari logam.
Bahkan kini termasuk peralatan rumah tangga, hingga sepeda motor, mobil dan lain-lain.
Hal ini sekarang lebih meluas, yang bisa membantu umat manusia memudahkan melakukan pekerjaan dengan alat-alat itu sendiri.
"Apakah ada kaitannya dengan odalan besi? ya karena seiring perkembangan zaman maknanya telah bergeser juga ke alat-alat yang dibuat dari logam," jelas pensiunan kepala sekolah ini.
Tetapi bukan ngodalin benda-benda itu.
Umat Hindu meyakini bahwa Tumpek Landep adalah memuja kebesaran/keagungan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya Ida Bhatara Sang Hyang Pasupati atau sebagai dewanya senjata/peralatan yang digunakan.
Dalam hal ini menghaturkan sesajen atau upakara sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih atas karunia-Nya telah menganugerahkan kemakmuran dan kesejahteraan melalui ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi.
Sehingga mempermudah kehidupan umat Hindu dalam mencapai kebahagian lahir batin berlandaskan ajaran dharma (ajaran agama Hindu).
Menurut Lontar Sundarigama juga dinyatakan bahwa kata tumpek dari kata "tampa"yang artinya turun, maksudnya adalah turun kekuatan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,Tuhan Yang Maha Esa ke dunia berupa ilmu pengetahuan.
"Makanya Tumpek Landep berkaitan erat dengan hari suci Sang Hyang Aji Saraswati sebagai dewanya Veda dan ilmu pengetahuan," kata pemangku asli Bon Dalem ini.
Kata Landep juga artinya tajam. Tajam yang dimaksud adalah mengusahakan ketajaman pikiran berdasarkan anugerah ilmu pengetahuan yang telah diturunkan oleh-Nya.
Ilmu pengetahuan lah yang akan membuat pikiran itu tajam,cerdas dan pintar.
Tumpek Landep bermakna secara spesifik adalah menerima kekuatan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa,Tuhan yang Maha Esa dalam bentuk ketajaman pikiran, kekuatan pikiran, dan kecerdasan pikiran sehingga umat manusia bisa mengarungi kehidupan berdasarkan kemampuan pengetahuan berlandaskan kebenaran.
Secara filosofi, umat Hindu merayakan hari Suci Tumpek Landep ini adalah merupakan ungkapan rasa syukur atau dalam bahasa Bali 'angayu bagia', rasa terima kasih kepada karunia Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan yang Maha Esa dalam manifestasinya Ida Bhatara Sang Hyang Pasupati (dewanya senjata yang berupa logam).
Ida Sang Hyang Widhi Wasa telah menganugerahkan 'wiweka lan winaya' memberikan kepandaian, kecerdasan dan pikiran yang tajam serta kemampuan yang tinggi kepada umat manusia sehingga mampu menciptakan berbagai benda untuk memudahkan hidup, termasuk teknologi.
"Dalam hal ini bukan memuja benda-benda itu tetapi memuja keagungan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa dalam prabhawanya Sang Hyang Pasupati," tegasnya.
Kesimpulannya bahwa dalam perayaan hari suci Tumpek Landep adalah umat merayakannya karena Ida Sang Hyang Widhi Wasa telah menganugerahkan ilmu pengetahuan sehingga manusia memperoleh ketajaman pikiran,cerdas dan pandai.
Inilah yang dirayakan sebagai ungkapan syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sedangkan benda-benda yang dihasilkan karena ketinggian kemampuan umat manusia diupacarai dengan sesajen adalah sebagai simbol-simbol dalam mengekpresikan rasa syukur dan rasa terima kasih kepada-Nya.
Umat setelah menghaturkan upakara di pelangkiran, sanggah, atau merajan lalu menghaturkan upakara pada benda-benda tadi seperti keris, tombak, pedang , mobil, sepeda motor, dan peralatan lainnya dengan canang "asebit sari"atau "saka sidan" sesuai kemampuan.
"Ini adalah ekspresi rasa keyakinan kepada keagungan dan kemahakuasaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Yang pada prinsipnya juga umat jangan lupa natab upakara tersebut dengan sesajen atau upakara yang diyakini karena telah menerima anugerah ketajaman pikiran dari-Nya," jelasnya.
Semua benda-benda tadi itu 'ditepung tawari' dan diperciki tirta pasupati yang sudah dimohonkan di sanggah atau di merajan masing-masing.
6 Hari Suci Redite Ukir
8 Hari Suci Purnama Kelima
Pada saat bulan Purnama, diyakini bahwa Bhatara Parameswara atau Sang Hyang Purusangkara bersama saktinya.
Diiringi para dewa dan bidadari-bidadari serta roh leluhur melakukan yoga.
Di sisi lain, pada setiap bulan purnama diyakini pula Dewa Bulan melakukan yoga.
Karena itu, umat diharapkan membuat persembahan sesuai kemampuan.
Untuk dipersembahkan kepada para dewa, terutama kepada Dewi Bulan.
Sesajen yang patut dipersembahkan saat bulan Purnama adalah penek kuning dengan lauk daging ayam putih siungan panggang, prayascita luih, dan reresik.
Dilengkapi pula dengan segehan agung satu tanding.
Upacara dilakukan di tempat suci pemujaan milik keluarga atau sanggah / merajan.
Serta pula di tempat suci untuk umum, seperti pura dan parhyangan.
Pada malam harinya umat diharapkan melakukan yoga semadi.
Hari itu juga berbarengan dengan Kajeng Kliwon.
Dalam Sundarigama disebutkan, tata cara pelaksanaan saat Kajeng Kliwon sama dengan Kliwon.
Namun ditambah dengan segehan warna 5 ditata dalam satu wadah.
Tempat mempersembahkan sesajen itu adalah di jalan keluar-masuk perumahan, di samping pintu masuk.
Sesajen berupa canang Lengawangi, Buratwangi, canang yasa, canang gantal, yang ditempatkan di atas dan dipersembahkan kepada Durgadewi.
Lalu sesajen yang di bawah ditujukan kepada Sang Durga Bhucari, Kala Bhucari, dan Bhuta Bhucari.
Pahalanya penghuni rumah akan mendapatkan keselamatan dan kesempurnaan.
Sebab jika tidak membuat persembahan seperti itu, ketiga Bhucari ini akan memohon izin kepada Durgadewi untuk membencanai dan menganggu penghuni rumah.
Membuat penyakit, mengundang guna-guna, seperti desti teluh dan menimbulkan berbagai hama penyakit.
Bahkan memasang pemusnah untuk memusnahkan vibrasi kekuatan rumah.
Sehingga para dewata kabur dan memberi kesempatan bagi bala pasukan Sang Hyang Adikala.
Terutama pasukan Bhatari Durga untuk melakukan perusakan.
Hal penting lainnya, perlu diingat bahwa pada hari Selasa Kliwon atau disebut Anggarakasih juga memiliki makna mencintai diri sendiri dan harus dilakukan setiap saat.
Karena itu manusia wajib memusnahkan segala bentuk penderitaan di dalam diri.
Segala bencana di dalam diri dengan cara melakukan yoga.
Sebab pula pada hari tersebut Sang Hyang Ayu melakukan yoga, dimana Sang Hyang Rudra mengenyahkan segala keburukan dan kejahatan di alam semesta.
Caranya tentu saja dengan mempersembahkan sesajen canang wangi-wangian di sanggah, dilengkapi dengan bunga harum, dupa harum, dan memohon air suci.
9 Hari Suci Buda Cemeng wuku Ukir
11 Hari Suci Payogan Bhatara Shri
15 Hari Suci Anggara Kasih Kulantir lan Hari Suci Kajeng Kliwon Uwudan
21 Hari Suci Soma Umanis Tolu
23 Hari Suci Tilem Sasih Kelima
30 Hari Suci Buda Kliwon Gumbreg lan Hari Suci Kajeng Kliwon Enyitan
Dalam Lontar Sundarigama, disebutkan bahwa saat purnama, tilem dan Kajeng Kliwon adalah Hari Suci.
Hal ini pula disebutkan oleh Jero Mangku Ketut Maliarsa.
" Kajeng Kliwon Enyitan, adalah Hari Suci spesial dalam Hindu. Untuk itu umat diharapkan Sembahyang," jelasnya kepada Tribun Bali.
Pensiunan kepala sekolah ini, mengatakan bahwa saat Kajeng Kliwon adalah hari dari payogan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang bermanifestasi menjadi Dewa Siwa atau Bhatara Mahadewa,” jelasnya.
Kajeng Kliwon, tepat pada hari ini, Minggu 3 Juli 2022 adalah Kajeng Kliwon Enyitan.
Dalam Lontar Sundarigama, disebutkan bahwa saat purnama, tilem dan Kajeng Kliwon adalah Hari Suci.
Hal ini pula disebutkan oleh Jero Mangku Ketut Maliarsa.
Bhatara Mahadewa dikenal sebagai dewanya para dewa.
Sehingga sangat baik untuk menghaturkan sembah bhakti, memuja keagungannya.
Memuja Ista Dewata, untuk memohon keselamatan Tri Loka Bhuana ( Bhur Loka, Bwah Loka, dan Swah Loka).
Dalam ajaran Agama Hindu, Dewa Siwa diyakini sebagai dewa pelebur karena berfungsi melebur segala sesuatu yang sudah usang.
Atau dikembalikan ke asalnya.
Umat Hindu di Bali memuja keagungan Dewa Siwa, ditempatkan di Pura Dalem.
Dalam ajaran Agama Hindu, Dewa Siwa diyakini sebagai dewa pelebur karena berfungsi melebur segala sesuatu yang sudah usang.
Atau dikembalikan ke asalnya.
Dan Dewa Wisnu distanakan di Pura Puseh.
Dewa Siwa berposisi di tengah, dengan warnanya berupa panca warna (brumbun). Senjatanya Padma dengan kendaraan lembu Nandini.
Istri Dewa Siwa adalah Dewi Durga, Dewi Uma, dan Dewi Parwati.
Dewi Uma adalah dewi yang sangat sakti, sehingga banyak dipuja manusia.
Dewi Parwati adalah istri Dewa Siwa yang kedua, merupakan reinkarnasi Dewi Sati atau Dewi Uma pasca menikah dengan Siwa.
Dewi Parwati saat marah dikenal sebagai Dewi Durga.
Serta memohon peleburan sarwa mala, yang ada di bhuana agung dan bhuana alit.
“Itulah sebabnya, mengapa umat Hindu Sembahyang bahkan sebelum Sembahyang, harus melakukan panglukatan terlebih dahulu.
Untuk pembersihan angga sarira (atika sarira) dan suksma sarira,” sebutnya.
Untuk itu, malukat di Bali hampir bisa ditemui di semua kabupaten yang ada di Pulau Dewata.
Seperti di Pura Dalem Pangembak, Sanur, Denpasar.
Pamedek hanya perlu menghaturkan dua pejati, dan dua bungkak nyuh gadang serta nyuh gading.
Kemudian malukat akan dimulai dari air payau yang berada di bawah pura.
Untuk membersihkan diri.
Setelah itu, baru menuju ke pasiraman yang akan dilukat oleh pemangku.
Dimana pamedek hanya perlu membawa canang sari untuk malukat.
Sementara untuk sembahyangnya bisa pejati dan canang sari.
Fasilitas Pura Tirta Empul juga sangat lengkap.(*)