TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Perayaan tahun baru kerap diwarnai dengan pesta kembang api.
Kendati demikian jelang pergantian tahun 2022 ke 2023 ini, animo masyarakat untuk membeli kembang api dirasa mulai menurun.
Hal tersebut diungkapkan salah satu pedagang musiman kembang api di Pasar Kidul Bangli, Komang Darmayasa.
Dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya penjualan kembang api sejatinya mulai mengalami peningkatan saat memasuki akhir tahun.
Yakni pada 25 Desember hingga 31 Desember. Rata-rata penjualan per hari diakui bisa mencapai Rp 1,5 juta.
"Itu pengalaman tahun 2021. Kalau sekarang menurun dan tidak menentu. Kadang-kadang hanya Rp 200 ribu. Paling tinggi baru kemarin (Senin), itu dapat Rp 1 juta sehari," ucapnya Selasa (27/12/2022).
Darmayasa sendiri mulai menjual kembang api di areal parkir Timur Pasar Kidul Bangli sejak 10 Desember.
Ia jualan memanfaatkan mobil bak terbuka, dari jam 08.00 wita sampai jam 21.00 wita.
Turunnya animo masyarakat untuk membeli kembang api diperkirakan akibat pengaruh musim hujan.
"Kalau sudah hujan orang-orang enggan keluar rumah. Mungkin itu salah satu faktornya," kata dia.
Baca juga: Bhabinkamtibmas Desa Sidakarya dan Babinsa Laksanakan Pembinaan Pengamanan Perayaan Tahun Baru
Darmayasa menjual beragam jenis mulai dari petasan hingga kembang api. Harga yang ditawarkan juga tergantung jenisnya, seperti petasan yang per satuannya mulai dari harga Rp 2000 hingga kembang api yang harga berkisar belasan hingga ratusan ribu.
"Untuk kembang api paling mahal harga satuannya Rp 200 ribu," sebutnya.
Ia menambahkan, selain animo masyarakat yang mulai menurun, persaingan antar sesama pedagang musiman kembang api juga diakui mulai berkurang drastis.
"Kalau sebelum covid, jelang-jelang tahun baru pasti sudah banyak persaingan. Di pasar Kidul saja bisa sampai berjajar penjual kembang api," ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan pedagang kembang api lainnya bernama Kadek Yoga.
Kata dia, omzet penjualan kembang api tahun ini berkurang drastis.
Jika biasanya jelang akhir tahun dia bisa meraup penjualan hingga belasan juta per hari, kini penjualan kembang api hanya Rp 1,5 jutaan per hari.
"Itu pendapatan sebelum pandemi covid. Kalau ditotal hingga akhir tahun bisa mencapai puluhan juta," ucapnya.
Menurut dia, faktor covid menjadi awal anjloknya perekonomian masyarakat.
Sehingga sedikit-banyak berpengaruh terhadap pembelian kembang api.
Untuk tahun ini, penurunan penjualan kembang api juga dikarenakan mendekati hari raya Galungan.
"Karena dekat hari raya (Galungan), mungkin masyarakat lebih memilih menggunakan uangnya untuk membeli kebutuhan sarana upacara, ketimbang membeli kembang api," sebutnya. (mer)