TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Keberadaan start up atau perusahaan rintisan yang dirancang untuk menciptakan produk atau layanan jasa kian marak ditemukan.
Kehadiran start up digadang-gadang menjadi sangat penting diera digitalisasi saat ini.
Salah satu instansi pendidikan yang mampu merancang start up di Bali adalah STMIK Primakara.
Baca juga: Siapkan SDM Untuk Ibu Kota Baru di Kaltim, Stikom Bali Kerjasama Dengan STMIK Wicida Dibidang IT
Ketika ditemui, Ketua STMIK Primakara, I Made Artana mengatakan dari studi terakhir hampir 20 persen artinya 1 di antara 5 lulusan start up-nya dapat menjadi pengusaha digital.
“Itu ukuran yang bagus. Yang kita lihat sustain kita luluskan sekarang beberapa startup itu. Sekarang tidak hanya mewisuda para wisudawan tetapi juga mewisuda tenan yang merupakan startup binaan di mahasiswa. Ada empat startup yang akan kita luluskan salah satunya yang memiliki Falala Cokelat,” jelasnya pada Wisuda ke-7 STMIK Primakara, Sabtu 29 April 2023.
Baca juga: Berikan Wadah Digitalpreneur Untuk Inovasi, STMIK Primakara Adakan Bali Startup Expo ke-7
Omset dari para start up tersebut diakui Made juga sudah cukup tinggi dan sudah memiliki lebih dari lima cabang.
Menurut Made tidak melulu pengusaha start up berbasis di teknologi saja, namun juga bisa melakukan usaha biasa yang dijalankan dengan basis digital.
Nasib ke depannya start up ini dikatakan Made tetap bagus. Seperti mulanya jatuhnya .com dulu di awal Tahun 1990.
Baca juga: Wisuda ke-6 STMIK Primakara, Lahirkan Technopreneur Tangguh, Lebih Banyak Sosial Impact untuk Bali
Di fase awal .com saat penggunanya mulai belajar juga banyak melakukan kesalahan. Kesalahan tersebut bukan pada ekosistem, start up, maupun investornya, namun melakukan hal yang dalam tanda petik harus dikoreksi.
“Saat ini disebut winternya start up. Jadi startup-startup lagi susah tetapi saya yakin semua orang belajar karena ini kebutuhan tetap saja dunia start up itu akan berjalan."
"Akan lahir pemain startup dengan mindset yang tepat investornya belajar, akselatornya belajar, pembinanya belajar jadi semakin matang karena ini hal yang baru. Saya berprinsip bahwa ada sesuatu memang kebutuhan yang tidak bisa kita tolak,” imbuhnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, bukan hanya di start up saja di era globalisasi ini dengan dunia digital tanpa batas namun juga dengan UMKM itu masuk ke digital dimana merupakan pasar yang besar dan pemainnya sangat banyak.
Realita itulah yang harus dihadapi saat ini, mau tidak mau semua pihak harus belajar di pasar nasional dan internasional yang pemainnya juga sangat banyak.
Untuk membuat startup juga bisa jadi pilihannya bukan menyelesaikan masalah besar tetapi masalah lokal. Contohnya ada start up khusus untuk Desa Simade namanya.
Di Bali sendiri terdapat 1000 desa jadi investor bisa targetkan hal tersebut bisa menjadi pasar yang besar.