TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Setelah molor sekitar dua jam, akhirnya aksi mahasiswa Universitas Udayana mencuci almamater pun dilaksanakan.
Aksi yang berlangsung di Lapangan Gedung Rektorat Unud, Bali ini dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional tahun 2023.
I Putu Bagus Padmanegara selaku Ketua BEM mengatakan, pelaksanaan kegiatan ini menggambarkan situasi kampusnya yang sedang tercoreng.
Oleh karena itu, mereka menggelar aksi cuci almamater sebagai simbolis untuk membersihkan nama baik Udayana bersama mahasiswa dari seluruh fakultas.
Baca juga: Praperadilan Rektor Unud Kandas, Hakim Sebut Penetapan Tersangka Korupsi SPI Sah
“Universitas Udayana merupakan kampus kami tercinta telah dikotori oleh birokrat, sehingga pada hari ini pun kami juga melaksanakan cuci almamater sebagai simbol identitas Udayana,” kata I Putu Bagus Padmanegara.
Selain aksi cuci almamater, ada juga kegiatan lainnya yaitu screening film dan juga diskusi serial NKRI Harga Naik Pendidikan.
Berbicara tentang kondisi Udayana, Padma mengatakan, pihaknya telah melakukan dua kali survei tanggapan mahasiswa terhadap rektorat.
Survey ini menunjukkan bahwa yang bermasalah bukan hanya dari mahasiswa saja, melainkan para tenaga pengajar.
Sayangnya, beberapa hari yang lalu ketika pihaknya akan menyebar kuesioner kepada para dosen, pihak rektorat justru memberhentikan survei tersebut.
Dijelaskan oleh Padma, survei yang mereka lakukan dirasa menjadi upaya untuk menjelekkan nama kampus oleh pimpinan rektorat.
“Aksi pada hari ini bukan menunjukkan bahwa kami tidak cinta dengan kampus kami, tapi justru kami sangat mencintai universitas kami. Yang ingin kami sampaikan adalah sebenarnya permasalahan itu tidak hanya di mahasiswa tetapi juga di dosen,” terangnya.
Riski Dimastyo selaku Kabid Analisis Pergerakan BEM Unud mengatakan, dari mahasiswa sendiri sejak beberapa hari yang lalu telah mempermasalahkan SPI yang kemudian penerapan mekanismenya tidak sesuai dengan Permendikbud No. 25 tahun 2020.
Berdasarkan kajian akademik sendiri, SPI ini ternyata menjadi celah korupsi seperti yang terjadi di Universitas Udayana.
Hal ini lantas berimbas pada pembangunan infrastruktur dan fasilitas yang ada di Universitas Udayana karena SPI telah menjadi bentuk komersialisasi pendidikan.
Sementara itu, dari dosen sendiri mengeluhkan banyak kendala, contohnya proses akademik karena Udayana yang sedang sibuk berurusan dengan pengadilan.
Ditambah lagi pada 2 Mei 2023 ini, baru saja diputuskan oleh Pengadilan Negeri Denpasar bahwa Rektor Unud telah kalah di praperadilan.
Artinya rektor akan menjalani proses peradilan yang sangat panjang, hal ini akan menjadi atensi mereka.
“Hari ini membuktikan yang bermasalah di mahasiswa dan rektorat adalah dampak dari adanya penyalahgunaan jabatannya. Ini akan menjadi perhatian kami agar nantinya proses peradilan tidak berimbas pada kegiatan akademik di Udayana dan merugikan dosen dan juga mahasiswa,” kata Riski Dimastyo.
Lebih lanjut, BEM Unud akan melakukan audiensi dengan Dikti untuk memastikan rektor dan tersangka lainnya tidak akan mengganggu Udayana.
Terpantau di lapangan, aksi ini tidak dihadiri oleh pimpinan Udayana seperti Rektor dan lain-lain.
Namun, hal ini tak melunturkan semangat mahasiswa, karena hal itu bukanlah harapan utama, melainkan diharapkan agar mereka sadar akan tindakannya yang mencoreng nama Udayana.
Tidak berhenti samapi di sini saja, aksi ini akan dilanjutkan di berbagai daerah dan akan diperjuangkan hingga ke tingkat nasional.
Mereka akan memperjuangkan isu-isu komersialisasi pendidikan dan maraknya korupsi di dunia pendidikan.
Besar harapan, dari aksi ini kebijakan SPI dapat dicabut karena itulah yang membuat perguruan tinggi sulit dijangkau masyarakat.
Dan kepada para birokrat, mahasiswa berharap kedepannya yang bersangkutan dapat sadar akan tindakan yang keliru yang mereka lakukan.
Mahasiswa pun menuntut adanya reformasi untuk Universitas Udayana dan memohon agar pemerintah harus benar-benar mengutamakan perhatiannya kepada pendidikan. (yun)
Kumpulan Artikel Bali