Serba serbi

Dwijati, Upacara Kelahiran Seorang Sulinggih Dalam Agama Hindu

Penulis: Putu Honey Dharma Putri W
Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Prosesi Apotgala Dwijati seorang sulinggih.

TRIBUN-BALI.COM - Sebagai umat Hindu di Bali, selain memiliki tujuan akhir yakni mencapai moksa, menyucikan diri juga merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan.

Salah satu cara menyucikan diri adalah dengan melakukan sebuah upacara suci yang disebut Apotgala Dwijati.

Yang mana upacara suci tersebut, adalah bagi umat Hindu yang telah siap untuk melepaskan ikatan keduniawian.

Bahkan nantinya, umat Hindu yang telah melakukan prosesi upacara suci tersebut juga akan menjadi pemuka bagi umat Hindu lainnya, atau sering disebut sulinggih.

Tentu saja upacara suci Apotgala Dwijati, bisa dilakukan oleh seluruh umat Hindu apapun profesinya.

Baca juga: Viral Warga Duduki Palinggih Pura Sali Paseban Batu, PHDI Kalteng Harap Polisi Segera Proses Pelaku

Baca juga: Renungan Malam, Metafisis Strategi Perang Conscious Mind, Jangan Hidup Untuk Membenci

Prosesi Apotgala Dwijati seorang sulinggih. (Honey/Tribun Bali)

Hal ini dikatakan pula oleh Ketua PHDI Provinsi Bali I Nyoman Kenak pada Sabtu, 3 Juni 2023.

“Upcara padiksa dwijati ini adalah hak bagi seluruh umat Hindu, tanpa terkecuali. Siapapun boleh, bahkan ini merupakan sebuah kewajiban. Sudah diatur dalam Bhisama No. 2 Tahun 2003,” paparnya.

Dalam lontar Siwa Sasana dijelaskan, dalam hal menyucikan diri di upacara padiksa dwijati tersebut, berbagai proses harus dilewati.

Di awal umat Hindu harus memiliki 3 guru suci yang disebut nabe.

Bahkan 3 guru suci atau nabe tersebut, juga memiliki makna yang berbeda. Ada nabe napak, nabe saksi, dan nabe waktra.

Selanjutnya dalam upacara suci padiksa dwijati tersebut puncaknya adalah prosesi seda raga (mati suri).

Yang mana dalam prosesi tersebut merupakan tahapan umat Hindu menghilangkan/mematikan segala sifat buruk yang telah diperbuat di masa lalu.

Prosesi Apotgala Dwijati seorang sulinggih. (Honey/Tribun Bali)

Yang mana nantinya difilosofikan dengan lahir kembali, menjadi seoarang pemuka agama atau sulinggih.

Selanjutnya selama melakukan prosesi seda raga biasanya akan ditampilkan pertunjukan budaya Bali seperti Tari Topeng Sidakarya.

Hal ini juga mendukung adanya kebudayaan dan kesakralan, yang tentu sudah sangat melekat pada agama Hindu di Bali.

Salah satu umat Hindu yang melakukan upacara ini yakni pasangan Ida Bhawati Pasek I Made Widarsana dan Ida Bhawati Pasek Istri A.A Sri Putri Asih asal Jembrana, Bali.

Keduanya telah melakukan upacara tersebut dengan menjalankan seluruh rangkaian upacara yang semestinya.

Bahkan dalam prosesi ini mereka juga telah memenuhi peraturan dan administrasi yang harus ditunaikan sesuai dengan aturan PHDI.

Hingga setelah prosesi seda raga usai pasangan tersebut pun harus menanggalkan nama walakanya.

Yang mana sudah diganti atau diberi abhiseka baru oleh guru suci atau nabe yang bersangkutan.

Keduanya pun kini telah diberi gelar sulinggih yakni Ida Pandita Mpu Reka Dharma Tanaya Santi dan Ida Pandita Mpu Istri Reka Dharma Tanaya Santi, di sebuah griya yang bernama Griya Pasek Kertha Taman Jati di Desa Baluk, Negara, Jembrana.

Yang mana sejak awal hingga akhir hidupnya mereka harus mengikuti aguron-guron atau belajar pada nabe.

Menjadi seorang sulinggih merupakan tanggung jawab besar sebagai umat Hindu.

Karena beliau memiliki kewajiban untuk menyebarkan ajaran Dharma kepada umat Hindu, serta menjadi contoh bagi umat Hindu. 

Walau dapat dilakukan oleh seluruh umat Hindu, upacara  suci tersebut, pada umumya hanya dilakukan oleh umat yang terpilih atau yang sudah siap untuk memutuskan ikatan keduniawian. (*)

Berita Terkini