TRIBUN-BALI.COM – Berusaha Masuk ke Papua Nugini Tanpa Prosedur, Simpatisan KKB Garis Keras Ditangkap, Ini Sosoknya
Salah seorang yang diketahui sebagai simpatisan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua kembali membuat keributan.
Ia adalah Yusak Pakage.
Yusak Pakage berhasil ditangkap saat berusaha masuk ke Papua Nugini.
Pada hari Kamis 8 Juni 2023, penangkapan bermula saat Yusak Pakage membuat kegaduhan ketika berada di Pos Imigrasi PLBN Skouw karena tidak mau mengikuti prosedur untuk masuk ke Papua Nugini.
Dilansir dari Surya.co.id dan TribunPapua, hal ini diungkapkan oleh Wadansatgas Yonif 132/BS Mayor Inf Zulfikar.
Mayor Zulfikar menjelaskan, setelah tidak dapat melintas, Yusak Pakage kemudian pergi ke arah Kota Jayapura.
Namun ketika berada di kawasan Kampung Skouw Mosso, anggota TNI kembali menghentikannya.
"Ketika diamankan di wilayah Skouw Mabo oleh Sertu Rudi beserta 11 orang personel Satgas lainnya, Yusak Pakage melakukan perlawanan sehingga keributan kembali terjadi," ujar Zulfikar.
Baca juga: Ancaman KKB Papua, Pihak ULMWP Sebut Hal Ini Sangat Bertentangan dengan Keyakinan dan Ajaran Papua
"Namun pada akhirnya yang bersangkutan berhasil diamankan dan dibawa ke Pos Muara Tami."
Zulfikar selanjutnya melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian untuk memastikan status Yusak Pakage.
Lantas, siapa sebenarnya sosok Yusak Pakage ini?
Berdasarkan informasi tambahan dari berbagai sumber, diketahui bahwa Yusak Pakage adalah mantan Sekjen Tapol/Napol TPN-OPM dan aktivis kemerdekaan Papua yang mengibarkan bendera Bintang Kejora.
Selain itu, Yusak Pakage diketahui merupakan anggota OPM aktif yang mendeklarasikan perundingan kemerdekaan Papua kepada Presiden RI Joko Widodo melalui tayangan video yang dipublikasikan melalui salah satu media sosial pada tanggal 18 April 2023 lalu.
"Diduga Yusak Pakage berencana akan melintasi perbatasan ke PNG dalam rangka menghadiri acara ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) merupakan kegiatan yang diselenggarakan oleh Beny Wenda, yang didapatkan informasi sementara bahwa akan diselenggarakan pada bulan Juli 2023 di PNG," tutur Zulfikar.
Berikutnya, Satgas Pamtas RI-PNG Yonif 132/BS yang diwakili oleh Mayor Inf Zulfikar melakukan penyerahan Yusak Pakage kepada pihak Polsek Muara Tami untuk dilakukan proses pemeriksaan selanjutnya.
Melansir dari Wikipedia, Yusak Pakage adalah aktivis kemerdekaan Papua asal Indonesia.
Ia menjadi terkenal setelah ditahan pada 2005–2010 karena mengibarkan bendera pro-kemerdekaan Bintang Kejora.
Bulan Desember 2004, pada usia 26 tahun, Pakage dan aktivis Filep Karma mengibarkan bendera Bintang Kejora dalam aksi demonstrasi 200 orang di luar Abepura, Papua.
Menurut Amnesty International, polisi menembaki kerumunan dan memukuli sebagian dari mereka dengan tongkat.
Mereka juga menangkap Karma.
Baca juga: Wapres Ma’ruf Amin Tanggapi Soal Solusi Megawati untuk Tumpas KKB di Papua, Begini Katanya
Pakage kemudian memprotes penangkapan Karma di kantor polisi namun malah ditangkap.
Pada Januari 2005, Pakage dan Karma diadili atas tuduhan pengkhianatan di Pengadilan Distrik Jayapura. Jaksa menuduh Pakage "mengganggu kedaulatan Indonesia".
Bulan Mei, para pendukung kemerdekaan Papua terlibat rusuh dengan polisi di luar pengadilan, melempar botol dan batu kepada polisi yang menyerang balik dengan tongkat.
Komandan polisi yang bertugas dalam operasi ini dinyatakan bersalah atas pelanggaran hak asasi manusia dan diganti beberapa hari pasca insiden ini.
Di penghujung sidang, Pakage divonis penjara selama 10 tahun, sedangkan Karma 15 tahun.
Pada tanggal 24 Agustus 2005, Pakage sempat kabur dari pengawalan dalam perjalanan untuk mengambil buku dari rumahnya. Ia ditangkap kembali beberapa jam kemudian di kantor LSM Elsham Papua.
Sejumlah organisasi HAM internasional melayangkan protes atas nama Pakage dan Karma, termasuk Amnesty International yang menetapkan mereka sebagai tahanan keyakinan dan Human Rights Watch yang menyebut mereka tahanan politik dan menuntut pembebasan mereka secepat mungkin.
Pada bulan Agustus 2008, 40 anggota Kongres Amerika Serikat mengirim surat kepada pemerintah Indonesia yang isinya meminta Pakage dan Karma dibebaskan.
Akibatnya, 100 orang mengadakan demonstrasi di depan Kedutaan Besar AS di Jakarta.
Pemerintah Indonesia menolah permintaan tersebut.
Demianus Rumbiak dari Divisi Papua di Kementerian Hukum dan HAM menyatakan bahwa Kongres AS tidak berhak mencampuri masalah dalam negeri Indonesia.
Baca juga: Panglima TNI Tak Segan Beri Hukuman Mati pada Prajurit yang Membelot ke KKB, Singgung Sumpah Setia
Ia juga menyatakan bahwa penangkapan Pakage bukan karena masalah HAM, tetapi karena melanggar hukum positif Indonesia.
Pakage adalah satu dari 457 tahanan Papua yang diberikan pengurangan masa tahanan selama tiga bulan.
Penangkapan Pakage dan Karma menjadi topik unjuk rasa di depan kedubes Indonesia di Washington, D.C., tahun 2009.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengampuni Pakage pada pertengahan 2010 dan ia dibebaskan tanggal 8 Juli.
Human Rights Watch merilis pernyataan yang memuji pembebasan ini tetapi juga meminta agar tahanan politik Indonesia yang lainnya dibebaskan.
Pakage melanjutkan aktivismenya setelah dibebaskan. Ia menjadi koordinator Parlemen Jalanan yang mewakili para tahanan Papua.
Pada Mei 2012, Pakage dan Organisasi Papua Merdeka mengumumkan akan kembali menyelenggarakan upacara pengibaran bendera Bintang Kejora.
Tanggal 23 Juli 2012, Pakage ditangkap lagi karena membawa pisau lipat di tasnya saat menghadiri sidang pengadilan sesama aktivis Buchtar Tabuni yang dituduh memulai unjuk rasa yang berakhir ricuh.
Pakage diadili dengan tuduhan "kepemilikan senjata" dan terancam hukuman penjara 10 tahun.
Menurut Amnesty International, per 24 Agustus ia masih tidak diizinkan bertemu pengacaranya dan kabarnya diancam akan disiksa secara fisik oleh polisi.
(*)
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul BIODATA Yusak Pakage Simpatisan KKB Papua Garis Keras yang Ditangkap Saat Akan Masuk ke Papua Nugini,