“Waktu itu warga membuang sampah di titik-titik yang dilewati oleh wisatawan, seperti jembatan, dan lain-lain. Semua dibersihkan termasuk (sampah, red) yang ada di got-got, bahkan yang ada di jurang di dekat Pura dibersihkan total. Setelah gebrakan ketok semprong juga digelar edukasi konser mendatangkan beberapa artis," kata Riska.
Setelah UPS disahkan Bumdes menjadi unit usaha pada tahun 2018, hingga kini terdapat 218 KK di Desa Besakih yang berlangganan jasa pengangkutan sampah.
Ada pemikiran waktu itu, UPS tidak hanya melakukan pengangkutan saja, tetapi juga mengolah, sehingga permasalahan sampah bisa tuntas.
"Jadi tidak hanya sekadar mengangkut dan memindahkan sampah ke TPS, tetapi juga mengolah sampah di TPS3R Palak,” ujarnya.
Sementara Ketua UPS, I Kadek Andreawan mengatakan sejak dulu ia bersama teman teman konsen mengurus sampah dengan sumber daya yang ada walau tidak maksimal.
“UPS boleh bekerjasama dengan pihak ketiga. Dan itu ada payung hukum di Perdes tentang sampah. Selama tidak membebankan desa adat dan desa dinas, kan tidak masalah. Kita di sini tidak ada kepentingan, selain mengurus permasalahan sampah. Dari dulu kemana sekarang mulai rebut setelah UPS ada kerja sama dengan pihak ketiga," tegas Andre.
Baik Andre dan Riska mengaku mendapat angin segar setelah ada konsorsium Sukla Project yang siap memberikan bantuan berupa dana, pelatihan dan pendampingan serta pengolahan sampah di kawasan tersebut.
“Kita punya PR besar mengajak warga memilah sampah langsung dari rumah tangga. Karena hingga saat ini belum bisa merubah minset warga memilah sampah. Edukasi dan pemberdayaan itu yang ditawarkan konsorsium,” kata Andre.
Riska menambahkan, pihaknya sebagai Unit Pengelola Sampah diperbolehkan bekerja sama dengan pihak lain.
Bahkan soal kerja sama dengan pihak lain, peraturannya sudah tecantum di dalam peraturan Bumdes dan Perdes Desa Besakih.
Bekerja sama dengan pihak lain justru memberikan keuntungan dalam menangani permasalahan sampah yang ada di kawasan tersebut.
Konsorsium telah menawarkan kerja sama: program edukasi, pembuatan green produk dan pengolahan residu menjadi solid recovered fuel (SRF).
“Dengan kerja sama ini kami yakin tidak ada lagi sampah yang dibuang ke jurang. Juga adanya edukasi kepada warga setempat terkait dengan pengelolaan sampah yang benar,”kata Riska.
Oleh karena itu, dengan adanya Project Sukla, mereka berharap bisa memberikan pemahaman kepada warga secara door to door.
"Itu harapan kami, dengan adanya kerja sama dengan pihak luar (konsorsium, red), maka akan bisa merubah minset warga dalam pemilahan sampah dari rumah. Kita juga harus tegas, kalau sampah tidak dipilah, maka juga tidak akan diangkut dari rumahnya," tegas Riska.