Berita Buleleng

Polda Bali Diguncang Isu Pemerasan, Wanita 23 Tahun Jadi Tersangka, Singgung Rp 1,8 Miliar

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan. Polda Bali sudah melimpahkan 16 orang tersangka beserta barang bukti kasus pengerusakan Villa Detiga Neano Resort Bugbug Karangasem kepada Kejaksaan Negeri Karangasem.

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Polda Bali membantah adanya tuduhan keterlibatan dua anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) atas dugaan pemerasan atau pungli di galian C Banjarasem Buleleng.

Dibalik penahanan Leviana Adriningtyas (23) oleh penyidik Polda Bali pada 30 November 2023 rupanya turut menyeret dua nama anggota polisi terkait dugaan pemerasan.

Penahanan dilakukan lantaran Leviana selaku Direktur PT Sancaka Mitra Jaya telah melakukan kegiatan usaha pertambangan di galian C Banjarasem, Buleleng tanpa izin.

Baca juga: DAFTAR Mutasi Perwira Polisi: Kapolri Rotasi 513 Personel, Mulai dari Bareskrim hingga Polda Sumut

Selama belum mengantongi izin operasional, Nunuk Purwandari ibu dari Leviana mengaku pihaknya sudah kulon nuwun ke berbagai pihak seperti Pemkab Buleleng hingga ke Polda Bali agar kegiatan penambangan tetap dapat dilakukan. 

Hingga beberapa waktu lalu dua anggota dari Ditreskrimsus Polda Bali berinisial AKBP U dan Kompol H diduga melakukan pemerasan alias pungli.

Dua anggota polisi itu beber Nunuk meminta uang sebesar Rp 1,8 Miliar kepada sang anak sebagai Direktur PT Sancaka Mitra Jaya dan harus diberikan secepatnya. 

Baca juga: Sandiaga Uno: Ganjar Pranowo Adalah Jokowi Versi 3.0

Diduga lantaran tak mampu memenuhi keinginan kedua anggota polisi itu, Leviana pun ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Akibat kejadian itu, Leviana pun mengalami depresi.

Hal itu kemudian dibantah oleh Kepala Bidang Humas Polda Bali, Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan saat dikonfirmasi Tribun Bali melalui sambungan telepon, pada Kamis 7 Desember 2023 malam.

"Sudah saya konfirmasi ke Direktur Krimsus apa yang disampaikan itu tidak benar," tegas Kabid Humas Polda Bali.

"Mengenai tindakan itu tidak benar, kalau dia melaporkan ke Mabes Polri silakan itu hak dia, juga agar diklarifikasi, faktanya proses hukum terhadap pelaku berjalan dan ditetapkan tersangka, tidak ada tuduhan itu, diklarifikasi oleh Dirkrimsus, tidak ada itu, dan saat ini proses hukum masih berjalan," jelasnya. 

Sebelumnya diberitakan Tribun Bali, Nunuk Purwandari menangis di Ruang Rapat Gabungan Komisi DPRD Buleleng, Kamis (7/12).

Ia berteriak meminta bantuan Presiden Joko Widodo, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo hingga anggota DPRD Buleleng.

Ia meminta agar membantu anaknya yang ditahan di Polda Bali gara-gara melakukan aktivitas tambang ilegal di galian C Desa Banjarasem, Kecamatan Seririt, Buleleng.

Nunuk datang ke kantor DPRD Buleleng bersama belasan pekerja galian C Banjarasem. 

Sebelum datang ke DPRD, mereka juga sempat melakukan orasi di depan Tugu Singa Ambara Raja, dipimpin Ketua LSM Gema Nusantara Anthonius Sanjaya Kiabeni.

Aksi ini dilakukan dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi Dunia 2023.

Kedatangan diterima Sekretaris DPRD Buleleng I Gede Sandhiyasa.

Mereka kemudian diajak ke ruang gabungan komisi untuk menyampaikan aspirasinya.

Nunuk kemudian menyampaikan anak keduanya bernama Leviana Adriningtyas (23) telah ditahan oleh penyidik Polda Bali pada 30 November 2023.

Penahanan dilakukan lantaran Leviana selaku Direktur PT Sancaka Mitra Jaya telah melakukan kegiatan usaha pertambangan di galian C Banjarasem tanpa izin.

Usaha itu diakui Nunuk memang sudah dilakukan sang anak sejak 2020.

Bahkan ada sekitar 20 perusahaan lain yang melakukan kegiatan sama di lahan seluas sekitar sembilan hektare itu. 

Nunuk menjelaskan, pihaknya sejatinya telah berupaya untuk mengurus izin operasional di pusat hingga Pemprov Bali. Namun izin tersebut belum dapat diterbitkan lantaran Buleleng belum memiliki Perbup Rencana Detail Tata Ruang (RDTW).

Selama belum mengantongi izin operasional, Nunuk mengaku pihaknya sudah kulon nuwun ke berbagai pihak seperti Pemkab Buleleng hingga ke Polda Bali agar kegiatan penambangan tetap dapat dilakukan.

Hingga beberapa waktu lalu dua anggota dari Ditreskrimsus Polda Bali berinisial AKBP U dan Kompol H diduga melakukan pemerasan alias pungli.

Dua anggota polisi itu beber Nunuk meminta uang sebesar Rp 1,8 miliar kepada sang anak, dan harus diberikan secepatnya.

Diduga lantaran tak mampu memenuhi keinginan kedua anggota polisi itu, Leviana pun ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

Akibat kejadian itu, Leviana pun mengalami depresi.

"Anak saya dimintai uang banyak. Anak saya ditahan dalam keadaan depresi. Surat penangguhan tidak diberikan. Saya tidak mau anak saya gila. Tolong dilepaskan agar anak saya bisa dirawat. Bapak Presiden tolong saya. Kapolri tolong saya, " ucapnya.

Nunuk menyebut bila memang aktivitas penambangan yang dilakukan anaknya menyalahi aturan, seharusnya 20 perusahaan lain yang melakukan kegiatan serupa juga ditindaklanjuti oleh polisi.

Nunuk pun mengaku telah melaporkan kedua oknum anggota polisi itu ke Mabes Polri.

"Kalau mau keadilan harusnya semua ditangkap. Kami sebelumnya sudah kulon nuwun, sehingga sempat ada permakluman karena ini memang bukan kesalahan kami. Izin belum keluar karena Buleleng belum punya Perbup RDTW, " keluhnya.

Ditambahkan Nunuk meski usaha sang anak belum berizin, Pemkab Buleleng katanya rutin memungut pajak mineral bukan logam dari usaha milik sang anak. Setiap bulan pajak yang disetor kisaran Rp 5 juta hingga Rp 20 juta tergantung hasil penjualan.

"Anak saya tidak pernah terlambat bayar pajak, " katanya.

Sementara  Ketua LSM Gema Nusantara Anthonius Sanjaya Kiabeni menilai hal ini bukan sepenuhnya menjadi kesalahan penambang.

Sebab pengurusan izin selama ini terkendala lantaran Buleleng belum memiliki Perbup RDTW.

Selain dua oknum anggota polisi itu, tindakan pungutan pajak yang dilakukan oleh Pemkab Buleleng dinilai Kiabeni sebagai bentuk pungli. 

"Seluruh aktivitas pertambangan di sana sudah tutup sejak sebulan lalu. Jangan beri peluang bagi oknum melakukan pungli. Kalau izin belum terbit tapi pajak tetap dipungut, apa artinya? Kan sama dengan pungli. Pemerintah diam, tapi pajak tetap diterima," tegasnya. 

Berdasarkan fakta dan bukti-bukti yang dimiliki kata Kiabeni pungli yang dilakukan oleh dua oknum anggota polisi itu hanya dialami oleh Nunuk.

"Dari fakta yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum, pungli ini baru dialami oleh Nunuk. Kalau pajak dibayar di bagian keuangan daerah, itu resmi," terang Kiabeni.

Terpisah Pj Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana mengatakan Rancangan Perbup RDTR sejatinya sudah selesai dibuat, hanya saja untuk pengesahannya pihaknya masih menunggu persetujuan dari pusat.

Perbup RDTR ini diakui Lihadnyana penting dimiliki untuk menegakkan aturan pada usaha-usaha yang ada di Buleleng terutama galian C. 

"Kami sudah berikan penjelasan itu kepada pekerja Galian C. Kami sangat mengejar Perbup RDTR ini, dan masih dievaluasi di pusat. Memang harus dipercepat sehingga Galian C itu memiliki payung hukum untuk melaksanakan kegiatan," katanya. 

Selama belum ada izin operasional, Lihadnyana pun menegaskan tidak boleh ada aktivitas penambangan di wilayah Desa Banjarasem. Pejabat asal Desa Kekeran, Kecamatan Busungbiu, Buleleng ini juga menyebut meski belum mengantongi izin, perusahaan Galian C memang wajib membayar pajak karena bagian dari komersial. (*)


 

Berita Terkini