Kasus SPI Unud

Pasek Suardika Berkeyakinan Prof Antara Bebas Secara Hukum dari Perkara Dugaan Korupsi SPI Unud

Penulis: Putu Candra
Editor: Fenty Lilian Ariani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gede Pasek Suardika

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sidang dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru (maba) seleksi jalur mandiri Universitas Udayana (Unud) tahun 2018-2022 memasuki babak akhir.

Mantan Rektor Unud Prof. DR. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng.IPU yang menjadi terdakwa dalam perkara ini akan menjalani sidang vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis, 22 Februari 2024.

I Gede Pasek Suardika selaku anggota tim penasihat hukum terdakwa Prof Antara berkeyakinan kliennya tersebut bebas dari jerat hukum.

Namun sebelum ke sana, dirinya menjelaskan jejak awal kasus ini, di mana jaksa pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menyebut adanya kerugian negara hingga ratusan miliar. 

"Pertama melihat kasus ini, kita harus napak tilas dulu. Kejaksaan menyatakan bahwa terjadi korupsi Rp 100 miliar lebih, kemudian naik Rp 300 miliar lebih, naik lagi Rp 400 miliar lebih. Itu yang dinilai merugikan keuangan negara," jelasnya saat dihubungi, Rabu, 21 Februari 2024.


Dari sangkaan itu, tim penasihat hukum pun mengajukan praperadilan atas ditetapkannya Prof Antara sebagai tersangka.

Namun dalam putusan hakim menolak praperadilan tim penasihat hukum.

"Dalam proses praperadilan, kami minta bukti penghitungan kerugian negara. Tetapi oleh hakim praperadilan, itu dikatakan masuk pokok perkara. Karena praperadilan tidak menguji alat bukti, hanya menguji bukti saksi, surat dan lainnya. Kami hormati putusan praperadilan itu," ucap Pasek Suardika. 

Dengan ditolaknya praperadilan Prof Antara, sidang pembuktian pun berlanjut di Pengadilan Tipikor Denpasar.

Dari fakta persidangan, kata Pasek Suardika, terbukti tidak ada kerugian negara dalam perkara ini. Baik itu versi tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam surat tuntutannya, maupun versi tim penasihat hukum. 

Baca juga: Almarhum Ida Bagus Subali Bekerja di Jepang Sejak 2020, Gunakan Visa Kunjungan


"Sehingga antara dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum sudah berbeda. Artinya clear kerugian keuangan negara itu sudah tidak ada. Dalam posisi itu berarti hakim pasti akan melepas fakta itu, karena yang menuntut (JPU) sudah mengatakan tidak ada kerugian keuangan negara," papar anggota DPD Bali periode 2014-2019 ini. 

Menurut Pasek Suardika, lantaran tidak adanya kerugian negara yang ditimbulkan, kasus ini lalu bergeser ke perkara pungutan liar (pungli) dengan ancaman kekerasan, memaksa orang untuk membayar sesuai dan sebagainya. 

Namun kembali Pasek Suardika menjelaskan, dari fakta persidangan dan berdasarkan keterangan sejumlah saksi, Prof Antara tidak pernah menerima uang serta dinikmati untuk kepentingan pribadi.

"Terungkap dalam fakta sidang, terdakwa (Prof Antara) tidak pernah bertemu dengan siapapun yang menyetor uang ke rekening resmi Unud. Semua itu dilakukan secara online. Uangnya seratus persen masuk ke negara," tegasnya.

"Itu artinya tidak mungkin ada pungli tanpa ada interaksi, karena syarat ada pungli itu harus ada orang yang punya kewenangan, ada orang yang menitipkan sesuatu kepada orang yang punya kewenangan itu," imbuh Pasek Suardika. 

Melihat fakta itu, kata Pasek Suardika tidak ada tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Prof Antara.

"Jadi kalau melihat dua fakta itu maka tidak ada kasus pidana korupsi. Kalau sudah tidak ada tindak pidana korupsi maka konsekuensinya harus bebas secara hukum. Tidak boleh hukum itu dipakai alat mengkriminalisasi orang. Apalagi dipakai nabok nyilih tangan untuk rebutan menjadi rektor," cetusnya. 

Lebih lanjut dirinya melihat ada keanehan, di mana pihak JPU diduga tidak mengikutsertakan orang yang seharusnya bertanggungjawab dalam perkara ini.

"Ada keanehan juga, JPU menghilangkan orang yang mestinya harus ikut bertanggungjawab. Kami tanyakan, juga tidak mau dijelaskan. Ada apa," tanya Pasek Suardika. 

Baca juga: BREAKING NEWS : Proses Pemulangan Panjang, Layon Ida Bagus Subali Akhirnya Tiba di Bali


Untuk itu, Pasek Suardika berharap majelis hakim dalam memutuskan perkara ini harus bersikap adil dan tegak lurus. Dirinya pun mempunyai keyakinan, Prof Antara harusnya bebas, setidak-tidaknya lepas. 

"Kami berharap majelis hakim tegak lurus dengan keadilan dan kepastian hukum. Kalau misalnya dianggap ada kesalahan, apakah kesalahan itu korupsi atau tidak. Sudah tidak. Kalau dianggap kelalaian, apakah kesalahan itu korupsi atau tidak. Sudah dinyatakan tidak, karena tidak ada kerugian negara," ujarnya. 

"Kalau toh ada mestinya itu lebih ke administrasi negara. Atau itu mungkin bisa diselesaikan di Ombudsman. Atau penyelesaian cukup secara administratif. Bukan secara pidana korupsi," sambung Pasek Suardika.(*)

Berita Terkini