Berita Bali

Pemanasan Global Picu Kenaikan Suhu Udara Sebesar 0,1 Derajat Celcius di Indonesia

Penulis: Zaenal Nur Arifin
Editor: Fenty Lilian Ariani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan, saat ditemui pada Selasa 5 Maret 2024 di Nusa Dua, Kuta Selatan, Badung.

TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Saat ini cuaca di Indonesia tengah berada dalam masa transisi atau perubahan dari musim hujan ke musim kemarau.

Masyarakat perlu mewaspadai adanya hujan lebat disertai angin kencang untuk beberapa waktu kedepan.

"Sekarang masih transisi dari musim hujan menuju musim kemarau, masih bisa mengalami hujan lebat seperti beberapa hari kebelakang dan kedepan," kata Deputi Bidang Klimatologi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Ardhasena Sopaheluwakan, disela kegiatan SERCOM-3, pada Selasa 5 Maret 2024 di Nusa Dua, Badung, Bali.

Ia mengungkapkan bahwa yang perlu diwaspadai pada musim kemarau ini adalah adanya peningkatan suhu udara dimana hal itu diakibatkan adanya pemanasan global.


"Memang secara gradual di seluruh dunia termasuk Indonesia dan termasuk di Bali mengalami secara gradual mengalami kenaikan temperatur karena pemanasan global. Jadi rata-rata Indonesia itu 0,1 per 10 tahun atau per dekade, itu juga dirasakan tentunya di Bali," ujar Ardhasena. 

Ia menambahkan bahwa untuk kondisi geografis seperti di Pulau Bali ini tidak hanya temperatur yang secara gradual naik tapi juga kombinasi antara temperatur dan kelembaban. 

"Itu yang menyebabkan kadang ketika siang hari khususnya pada saat periode waktu seperti sekarang bulan Maret dan September terasa lebih panas dan lebih gerah," imbuhnya. 

Disinggung hingga kapan fenomena suhu udara lebih panas terjadi? 

Ardhasena mengatakan terdapat dua hal yang pertama itu adalah siklus musiman, jadi untuk wilayah Bali biasanya terasa lebih panas dan gerah itu sekitar bulan Maret dan September. 

Baca juga: Sambut Nyepi Caka, Beban Listrik Alami Penurunan dan Tidak Ada Pemadaman Listrik


Jadi itu aspek yang pertama adalah siklus musiman tahunan tapi dibelakang itu ada kenaikan temperatur secara global yang terjadi dari tahun ke tahun karena pemanasan global tersebut. 

"Jadi kedua hal ini secara kombinasi mengakibatkan rasa gerah yang kita alami seperti sekarang. Biasanya setelah bulan Juni hingga Agustus biasanya Bali terasa lebih sejuk walaupun masih panas tetapi itu karena dorongan angin yang lebih kering yang datang dari arah Australia atau dari arah Tenggara," jelas Ardhasena. 

Disinggung mengenai apakah dampak fenomena El Nino masih mengancam di Indonesia dan Bali khususnya?

Ia mengungkapkan bahwa pada saat ini El Nino masih berlangsung tetapi secara gradual sudah melemah.

Tetapi kalau bicara dampak di Indonesia meskipun fenomena El Nino masih berlangsung di Pasifik , namun dampaknya di Indonesia sebenarnya sudah berakhir pada saat sekitar bulan November tahun lalu. 

"Jadi dampak dari El Nino di Indonesia demikian pula di Bali itu bertemu dengan puncak musim kemarau kita, sehingga musim kemarau kita tahun kemarin lebih panjang daripada biasanya. Sehingga dampak dari El Nino nya tidak terasa lagi walaupun El Nino masih berlangsung di Pasifik," papar Ardhasena. 


Ia pun mengimbau kepada masyarakat yang banyak beraktivitas di luar saat musim kemarau untuk menggunakan pelindung kepala (topi, helm, dsb) agar tidak terpapar langsung panas matahari.

"Kalau beraktivitas di luar menggunakan pelindung kepala supaya tidak mengalami keterpaparan atau terexposure langsung dari panas matahari," ucapnya.(*)

Berita Terkini