TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Perayaan Nyepi Tahun Caka 1946 di Bali masih terdapat WNA yang melakukan pelanggaran, Imigrasi Ngurah Rai dengan sigap merespon laporan terhadap orang asing yang melanggar peraturan pelaksanaan Hari Raya Nyepi.
Imigrasi Ngurah Rai telah menangani tiga kejadian WNA yang melanggar ketertiban umum saat Nyepi di wilayah Kuta Selatan.
Hal itu disampaikan Kepala Kantor Imigrasi Ngurah Rai, Suhendra, melalui keterangan tertulis, Rabu 13 Maret 2024.
Suhendra mengatakan, Imigrasi Ngurah Rai tetap berkomitmen menjaga ketertiban, meskipun dalam suasana Hari Raya Nyepi berkolaborasi dengan instansi terkait.
Baca juga: Keluarga Syok, Nyoman Sumarta Tewas Tertimpa Pohon Tumbang di Petang Usai Rayakan Nyepi di Kampung
Hal ini bertujuan memastikan pemberian tindakan hukum yang sesuai terhadap orang asing yang melanggar aturan.
Selain itu juga untuk tetap mendukung pelaksanaan Nyepi dengan menjaga ketenangan dan keamanan bersama.
Penanganan pertama, seorang WNA perempuan berinisial MB dari Rusia dilaporkan mengganggu ketertiban umum saat pelaksanaan Nyepi.
Tim Intelkim Imigrasi Ngurah Rai, bersama dengan Pecalang setempat, segera bertindak dengan mendatangi Polsek Kuta Selatan, tempat MB telah diperiksa.
Tim Inteldakim memeriksa dokumen perjalanan terhadap MB. Setelah diperiksa, diketahui MB berkewarganegaraan Rusia berusia 51 tahun, terakhir masuk melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai tanggal 12 Oktober 2023 dengan Visa Kunjungan Saat Kedatangan (Visa on Arrival) yang berlaku sampai 10 November 2023.
Dari haril pemeriksaan tersebut, dia overstay lebih dari 60 hari.
Polsek Kuta Selatan menyerahkan MB kepada tim Inteldakim Imigrasi Ngurah Rai untuk dibawa ke Rumah Detensi Imigrasi Denpasar guna pemeriksaan lebih lanjut.
Selain kasus MB, ditemukan pula WNA lainnya yang melanggar ketertiban umum selama Nyepi.
Kali ini seorang laki-laki ditemukan di Jalan Raya Uluwatu, Kuta Selatan, sedang berada di jalanan saat Nyepi.
Pecalang setempat berhasil mengamankan WNA tersebut.
Tim inteldakim mencoba melakukan pemeriksaan.
Namun yang bersangkutan tidak bisa diajak berkomunikasi, diduga karena mengalami depresi.
Sehingga tim tidak bisa mendapatkan identitas yang bersangkutan dan juga informasi lainnya.
Selanjutnya, tim Inteldakim Imigrasi Ngurah Rai bersama dengan Pecalang membawa WNA tersebut ke RSUP Prof dr IGNG Ngoerah untuk pemeriksaan medis dan pemberian pengobatan yang diperlukan.
Kejadian terakhir masih sama di daerah Kuta Selatan tepatnya di Jalan Uluwatu dekat pintu masuk taman Penta Jimbaran.
Terdapat dua orang WNA laki-laki berkeliaran saat malam hari. Kemudian kedua WNA tersebut diamankan oleh Pecalang setempat.
Kemudian Pecalang menghubungi Kantor Imigrasi Ngurah Rai agar dilakukan pemeriksaan.
Setelah dilakukan pemeriksaan dokumen yang dikirimkan oleh Pecalang, diketahui kedua WNA tersebut berkewarganegaraan Prancis berinisial OT (21 tahun) dengan menggunakan Izin Tinggal Kunjungan yang masih berlaku hingga 25 Maret 2024.
Dan inisial JC (21 tahun) yang menggunakan Visa Kunjungan Saat Kedatangan (Visa on Arrival) yang masih berlaku hingga 6 April 2024.
Setelah diberi peringatan oleh Pecalang, kedua WNA tersebut diminta untuk kembali ke tempat tinggalnya masing-masing.
Menanggapi banyaknya wisman dan wisatawan yang keluar rumah saat Nyepi, Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (DPMA) Provinsi Bali, I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Seputra menyayangkan hal demikian bisa terjadi.
Apalagi umat Hindu sedang melaksanakan perayaan Hari Suci Nyepi.
“Saya kira setiap orang yang berada di Bali harus menghormati saat umat Hindu sedang melaksanakan perayaan hari suci Nyepi Caka 1946. Kita sudah diajarkan oleh para leluhur untuk hidup rukun di NKRI yang majemuk,” ucapnya, Rabu 13 Maret 2024.
Dari segelintir informasi yang viral di sosial media, pihaknya mengaku tidak mendapatkan jumlah pasti orang yang melanggar dan berkeliaran saat Nyepi.
“Tidak (ada laporan angka kejadian),” imbuhnya.
Disinggung terkait rata-rata informasi yang beredar, dimana para pelanggar yang pada akhirnya dipulangkan pecalang setempat usai ditegur tanpa menerima sanksi, Kartika menyebut itu merupakan suatu bentuk dimana desa adat mengedepankan adat apalagi dengan umat lain.
“Desa adat itu mengedepankan adat, apalagi dengan umat lain. Petugas atau pecalang selalu akan memberikan pemahaman,” katanya. (zae/sar)
Kumpulan Artikel Nyepi