TRIBUN-BALI.COM - Ekoenzim dapat diimplementasikan pada dunia pertanian. Cairan hasil fermentasi limbah organik ini bisa digunakan untuk pupuk organik yang bisa meningkatkan kesuburan tanah.
"Dalam hal ini kami memperkenalkan ekoenzim digunakan pupuk organik dan juga mikroba lainnya yang memang benar-benar alami," ujar Ketua Yayasan Nusa, Yulia Mallo, Selasa (23/7).
Bahkan di wilayah Dalung, lahan yang digunakan merupakan lahan yang sudah tidur cukup lama dan tidak ditanami padi lagi. Dengan kondisi tanah yang tidak mendukung, ia mencoba menggunakan pupuk organik terutama ekoenzim dan mikroba dari pupuk hayati.
"Jadi pupuk yang kami pakai adalah ekoenzim, jadam, mikroba dan pupuk organik untuk mengembalikan kesuburan tanah petani ini. khusus di Dalung kami baru mengelola lahan 20 are. Namun ada juga di wilayah lain seperti Ubud dan sekitarnya," paparnya.
Baca juga: TOL Laut Giri Prasta Dibeberkan Konsepnya, Dirancang dari Bandari ke Cemagi & Tidak Rusak Biota Laut
Baca juga: Tantangan Industri Nama Domain dan Keamanan Internet Jadi Bahasan Dalam APAC DNS Forum 2024
Ia mengatakan, dengan penanaman padi menggunakan ekoenzim, kesuburan tanah menjadi lebih baik. Bahkan hasilnya juga lebih baik, mengingat semuanya organik yang baik untuk kesehatan.
"Kalau menggunakan organik khusus ekoenzim, udaranya lebih sehat. Panasnya tidak panas sekali dari pada pakai kimia," tegas Yulia yang juga merupakan Ketua Bidang Pendidikan dan sosialisasi di Eco Enzyme Nusantara Bali.
Manajer Pelaksana Yayasan Nusa, Iskandar mengatakan lahan di wilayah Dalung memang sangat keras karena tidak pernah dipakai oleh pemiliknya. Lahan ini juga tempat bermain anak-anak di sana hingga tanahnya tambah keras.
"Pengolahan tanah ini cukup lama. Namun setelah menggunakan zadam dan ekoenzim, ternyata oksigen dalam tanah sangat banyak termasuk mikrobanya. Sehingga kami tidak khawatir karena akar sudah pasti akan cukup dan tumbuh subur," bebernya.
Iskandar yang juga Owner Bali Cakra Farm mengakui kesuburan tanah memang beda menggunakan organik dan kimia. Pasalnya baru satu pekan diolah belut sudah muncul dan lumut juga subur.
"Ada yang menyebutkan sampai 41 ekor mendapat belut. Termasuk lumut lebih mau dimakan ikan ketimbang lumut nyari ditempat lain," ucapnya.
Ia menghimbau kepada para petani agar selalu memanfaatkan dan mempertahankan lahan pertaniannya. Selain itu juga menggunakan bahan yang alami, agar kesejukan dan keindahan alam Bali tetap terjaga. (gus)