Berita Bali

GADAIKAN SK Dewannya, Beberapa Anggota DPRD Bali! Sekwan Sebut Biasanya Pinjam Sampai Rp 2 Miliar

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi uang - Baru saja dilantik jadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali, beberapa anggota Dewan menggadaikan Surat Keputusan (SK) pengangkatan ke bank. Jumlah pinjamannya pun mulai dari Rp 500 juta sampai Rp 2 miliar.

TRIBUN-BALI.COM - Baru saja dilantik jadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali, beberapa anggota Dewan menggadaikan Surat Keputusan (SK) pengangkatan ke bank. Jumlah pinjamannya pun mulai dari Rp 500 juta sampai Rp 2 miliar.

Sekretaris DPRD Bali I Gede Indra Dewa Putra menjelaskan yang melakukan gadai SK ini bukan hanya anggota Dewan saja, namun juga dilakukan PNS. “Banyak. Bukan anggota Dewan saja, PNS kan juga ada. Ada yang Rp 2,1 miliar ada yang Rp 500 juta. Tergantung kebutuhan,” kata Gede Indra, Senin (9/9).

Anggota DPRD Bali yang menggadaikan SK ini merupakan pertahana. Sementara untuk anggota DPRD Bali yang baru dilantik pada Senin (2/9) lalu belum ada yang mengajukan pinjaman.

“Untuk anggota DPRD yang baru dilantik kemarin ada 21 orang dan belum ada yang secara resmi mengajukan pinjaman. Tapi infonya akan ada yang mengajukan dari 21 orang itu. Kalau dilihat dari tahun-tahun sebelumnya biasanya pinjam Rp 500 juta sampai Rp 2 miliar,” imbuhnya.

Baca juga: Desak Made Rita Ingin Suguhkan Emas Bagi Bali di PON Aceh Sekaligus Pecahkan Rekor Pribadinya

Baca juga: 2 WNA Rusia Diduga Terlibat Prostitusi dan Bikin Onar di Bali Dideportasi

Sekretaris DPRD Provinsi Bali I Gede Indra Dewa Putra saat ditemui di Kantor DPRD Provinsi Bali, Jumat 7 Juli 2023. (Tribun Bali/ Ni luh Putu Wahyuni Sari)

Setelah mengajukan pinjaman tersebut, nantinya gaji dari anggota DPRD ini akan dipotong untuk membayar angsuran pinjaman di Bank BPD Bali.

Berbagai alasan diungkapkan Gede Indra mengapa anggota Dewan menggadaikan SK, di antaranya untuk melakukan renovasi rumah. Ketika ditanya apakah juga untuk membayar biaya kampanye saat pemilihan legislatif kemarin, ia membantah.

“Enggak. Itu kan pertimbangan bank. Kalau untuk kampanye, biasanya ditolak gitu. Biasanya apakah anggota Dewan punya usaha, ya perkembangan usaha, sebagian anggota Dewan kan orang bisnis,” katanya.

Sebelumnya, sebanyak 55 orang Anggota DPRD Provinsi Bali terpilih hasil Pemilu 2024 dilantik dan disumpah menjadi anggota DPRD Provinsi Bali periode 2024-2029, di Ruang Sidang Utama DPRD Provinsi Bali, Senin (2/9).

Pelantikan diawali dengan upacara mejaya-jaya di Pura Dharma Praja Udiana DPRD Provinsi Bali. Pelantikan dan pengucapan sumpah janji dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Denpasar.

Dari 55 orang anggota DPRD Bali yang dilantik, 21 orang diantaranya merupakan wajah baru (newcomer). Sisanya merupakan wajah lama (incumbent) yang sudah menjabat sebagai anggota DPRD Bali periode sebelumnya. Dari 21 orang newcomer, paling banyak dari fraksi PDI Perjuangan, yaitu 12 orang. Disusul Partai Gerindra 5 orang, Partai Golkar 2 orang, serta Partai NasDem dan Partai Demokrat masing-masing 1 orang.

Sementara itu, dari 55 kursi yang ada, keterwakilan perempuan hanya 10 orang. Mereka adalah Anak Agung Istri Paramita Dewi (PDIP/newcomer), Ni Wayan Sari Galung (PDIP/incumbent), Ni Made Usmantari (PDIP/newcomer), Putu Diah Pradnya Maharani (PDIP/newcomer), Dra Ni Luh Yuniati (PDIP/incumbent), Ni Kadek Darmini, (PDIP/incumbent), Ni Made Sumiati (PDIP/newcomer mengganti I Bagus Alit Sucipta alias Gus Bota), Ni Putu Yuli Artini (Partai Golkar/incumbent), I Gusti Ayu Mas Sumatri (Partai NasDem/newcomer), dan Grace Anastasia Surya Widjaja (PSI/incumbent).

Dari jumlah alokasi kursi DPRD Provinsi Bali sebanyak 55 kursi paling banyak diisi oleh PDI Perjuangan, yaitu 32 kursi (58,2 persen). Disusul Partai Gerindra sebanyak 10 kursi (18,2 persen), Partai Golkar 7 kursi (12,7 persen), Partai NasDem 2 kursi (3,7 persen), Partai Demokrat 3 kursi (5,4 persen), dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) 1 kursi (1,8 persen).

Berikut anggota DPRD Provinsi Bali yang dilantik dari masing-masing daerah pemilihan (dapil): Dapil Kota Denpasar (8 kursi) terdiri dari 4 newcomer, yaitu I Gusti Ngurah Gede Marhaendra Jaya (PDIP/newcomer), I Wayan Subawa menggantikan Made Muliawan Arya (Partai Gerindra/newcomer), Anak Agung Gede Agung Suyoga (PDIP/incumbent), Ketut Suwandhi (Partai Golkar/incumbent), Anak Agung Istri Paramita Dewi (PDIP/newcomer), Grace Anastasia Surya Widjaja (PSI/incumbent), Ni Wayan Sari Galung (PDIP/incumbent), dan Zulfikar (Partai Gerindra/newcomer).

Kabupaten Badung (6 kursi) terdiri dari 3 newcomer, diantaranya I Wayan Bawa (PDIP/newcomer), Ni Made Sumiati (PDIP/newcomer), Agung Bagus Tri Candra Arka (Partai Golkar/newcomer), I Wayan Disel Astawa (Partai Gerindra/incumbent), I Ketut Tama Tenaya (PDIP/incumbent), dan I Nyoman Laka (PDIP/incumbent).

Kabupaten Tabanan (6 kursi) terdiri dari 1 newcomer, yaitu I Ketut Purnaya (PDIP/incumbent), Ni Made Usmantari (PDIP/newcomer), I Ketut Suryadi (PDIP/incumbent), I Nyoman Wirya (Partai Golkar/incumbent), I Gde Ketut Nugrahita Pendit (Partai Gerindra/incumbent), dan I Made Supartha (PDIP/incumbent).

Kabupaten Gianyar (6 kursi) terdiri dari 3 newcomer, diantaranya Putu Diah Pradnya Maharani (PDIP/newcomer), I Wayan Tagel Winarta (PDIP/newcomer), I Made Rai Warsa (PDIP/incumbent), Ni Luh Yuniati (PDIP/incumbent), I Made Budastra (PDIP/incumbent), dan I Kadek Diana (Partai Gerindra/newcomer).

Kabupaten Buleleng (12 kursi) terdiri dari 2 newcomer, diantaranya I Kadek Setiawan (PDIP/incumbent), Ida Gede Komang Kresna Budi (Partai Golkar/incumbent), I Ketut Rochineng (PDIP/incumbent), Nyoman Ray Yusha (Partai Gerindra/incumbent), Dewa Made Mahayadnya (PDIP/incumbent), Gede Kusuma Putra (PDIP/incumbent), Dr. Somvir (Partai NasDem/incumbent), Agung Bagus Pratiksa Linggih (Partai Golkar/newcomer), I Komang Nova Sewi Putra (Partai Demokrat/incumbent), Putu Mangku Mertayasa (PDIP/incumbent), I Dewa Nyoman Rai (PDIP/incumbent), dan Gede Harja Astawa (Partai Gerindra/newcomer).

Kabupaten Bangli (3 kursi) terdiri dari 1 newcomer, yaitu I Nyoman Budiutama (PDIP/incumbent), Sang Nyoman Putra Erawan (PDIP/newcomer), dan I Wayan Gunawan (Partai Golkar/incumbent).

Kabupaten Klungkung (3 kursi) terdiri dari 2 newcomer, yaitu I Nyoman Suwirta (PDIP/newcomer), I Ketut Mandia mengganti I Ketut Juliarta (Partai Gerindra/newcomer), dan Tjokorda Gede Agung (PDIP/incumbent).

Kabupaten Karangasem (7 kursi) terdiri dari 2 newcomer, diantaranya Ni Kadek Darmini (PDIP/incumbent), Ni Putu Yuli Artini (Partai Golkar/incumbent), I Putu Suryandanu Willyan Richart (PDIP/newcomer), I Nyoman Suyasa (Partai Gerindra/incumbent), I Gusti Ayu Mas Sumatri (Partai NasDem/newcomer), I Komang Wirawan (Partai Demokrat/incumbent), dan I Nyoman Oka Antara (PDIP/incumbent).

Kabupaten Jembrana (4 kursi) terdiri dari 3 newcomer, yaitu I Ketut Sugiasa (PDIP/newcomer), I Gusti Agung Bagus Suryadana mengganti I Made Kembang Hartawan (PDIP/newcomer), I Gede Ghumi Asvatham (Partai Demokrat/newcomer), dan I Kade Darma Susila (Partai Gerindra/incumbent). (sar)


Memicu Praktik Korupsi

PENGAJAR hukum pemilu Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan, perilaku para anggota dewan yang menggadaikan SK akan memicu praktik korupsi, meski tidak melanggar aturan. "Meski tidak melanggar hukum, namun perilaku ini bila dibiarkan bisa memicu terjadinya praktik korupsi politik," kata Titi seperti dilansir Tirto, Senin (9/9).

Titi mengatakan, fenomena anggota DPRD menggadaikan SK usai dilantik relatif jamak dilakukan oleh pejabat politik atau pejabat publik Indonesia.

Ia mengatakan, aksi tersebut tidak hanya terjadi di lembaga politik, tetapi pada jabatan-jabatan lembaga negara independen yang anggota atau Komisionernya diisi melalui rekrutmen terbuka, turut melakukan hal serupa.

Dalam kasus pemilu, mereka menggadaikan demi menambal ongkos pemilu yang mahal. "Kebanyakan dari mereka kehabisan dana akibat biaya kampanye yang jor-joran," tutur Titi.

Selain motif politik, penggadaian SK adalah upaya memenuhi gaya hidup. Ia mengatakan, pejabat politik atau legislator biasanya dilengkapi fasilitas yang mewah, sehingga anggota dewan juga perlu menyesuaikan. "Apalagi stigma di masyarakat, anggota parlemen identik dengan pejabat yang punya banyak uang," kata Titi.

Menurut Titi, negara semestinya serius memikirkan cara menurunkan ongkos politik di pemilu Indonesia. Ia berkata, hal itu bisa mendorong politisi terus mencari uang tambahan apabila SK digadaikan. Ia khawatir, bisa terjadi penyalahgunaan wewenang dengan tujuan untuk menutupi kebutuhan membayar cicilan dan biaya-biaya politik lainnya. (*)

Berita Terkini