Bandara Bali Utara

Soal Bandara Internasional Bali Utara, Penglingsir Puri Singaraja Tegas Tak Mau Ada Pergeseran Pura

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penglingsir Puri Singaraja, Anak Agung Ngurah Ugrasena - Soal Bandara Internasional Bali Utara, Penglingsir Puri Singaraja Tegas Tak Mau Ada Pergeseran Pura

TRIBUN-BALI.COM - Proyek Bandara Internasional Bali Utara, yang digagas oleh PT BIBU Panji Sakti, telah menarik perhatian berbagai pihak, termasuk tokoh adat dan masyarakat setempat.

Dari sudut pandang Penglingsir Puri Singaraja, Anak Agung Ngurah Ugrasena, proyek ini bukan hanya sekadar pembangunan infrastruktur, tetapi juga wujud harmoni antara budaya, lingkungan, dan pembangunan ekonomi.

Salah satu kekhawatiran utama masyarakat Bali adalah potensi terganggunya situs-situs suci atau penggusuran tanah adat akibat proyek besar seperti ini.

Namun, PT BIBU memastikan bahwa pembangunan bandara akan menghormati nilai-nilai budaya dan adat Bali.

 

Hal ini diungkapkan oleh Dirut PT BIBU Panji Sakti, Iwan Erwanto.

"Nah kalo di darat untuk kota baru kan tidak ada masalah dong, ada tempat suci tetap kita jaga, gak akan kita geser. Nah kalo runway kan tidak mungkin kita bangun 3-6 kilo (kalo ada pura) tidak lurus ya, nah kami tidak berani ya (menggusur pura,-red)." ujar Iwan Erwanto.

Baca juga: Dirut PT BIBU Ungkap Bandara Internasional Bali Utara Proyek Inovatif Berkonsep Restorasi Abrasi

Hal itulah yang membuat Penglingsir Puri Singaraja, Anak Agung Ngurah Ugrasena dan tokoh di Buleleng mendukung pembangunan Bandara Internasional Bali Utara ini.

"Kami mencoba mengikuti komitmen konsep perencanaan PT BIBU Panji Sakti ini. Kalau menurut kami, para Penglingsir, ini yang paling tepat," ungkap Anak Agung Ngurah Ugrasena.

Lokasi bandara yang dibangun di tengah laut menjadi solusi inovatif untuk memastikan bahwa tidak ada pura atau tempat suci yang tergeser.

"Dikatakan di tengah laut, tentu tidak menggusur pura, karena kami tidak mau adanya penggeseran pura setapak pun," tegasnya.

Hal lain yang menjadi sorotan Penglingsir adalah bagaimana proyek ini tidak akan merugikan masyarakat lokal, terutama dalam hal kepemilikan tanah. 

PT BIBU telah menegaskan bahwa tidak ada jual beli tanah untuk pembangunan Aerotopolis, kota baru di daratan yang menjadi bagian dari proyek ini.

"Kemudian yang kedua terkait Aerotopolis, tidak ada jual beli tanah, dan dikawal oleh 13 kepala desa." lanjut Ugrasena.

Sebaliknya, tanah masyarakat tetap menjadi milik mereka, dan proyek ini justru membuka peluang kerja sama yang menguntungkan.

"Ini komitmen bagaimana tujuan keberadaan bandara ini semata-mata untuk mensejahterakan masyarakat," tambahnya.

Penglingsir juga melihat proyek ini selaras dengan prinsip Tri Hita Karana, yaitu filosofi yang mengajarkan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam.

"Konsep ini ramah budaya dan ramah lingkungan. Penduduk setempat tetap tinggal di sana dan diberdayakan," ungkapnya.

Dalam prosesnya, PT BIBU aktif melibatkan masyarakat adat, akademisi, dan tokoh lokal untuk memastikan proyek ini sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal Bali.

Selain menghindari penggusuran, proyek bandara ini juga memberikan solusi untuk masalah abrasi yang kerap terjadi di wilayah pesisir Buleleng. 

Bandara yang dibangun di tengah laut dengan konsep restorasi abrasi ini akan membantu mengembalikan lahan yang hilang akibat erosi.

Bagi Penglingsir, proyek ini tidak hanya membawa peluang ekonomi, tetapi juga menjadi simbol kemajuan bagi Bali Utara. 

Dukungan dari masyarakat adat dan desa-desa sekitar menunjukkan bahwa proyek ini diterima sebagai langkah menuju perubahan yang lebih baik.

"Saya sering diskusi dengan pak Iwan, dikumpulkan 13 kepala desa, dikumpulkan tokoh-tokoh adat, termasuk akademisi, boleh dikatakan semuanya mendukung konsepnya ini yang saya tahu ya, satu ramah budaya yang merupakan bagian dari Tri Hita Karana, yang kedua ramah lingkungan, penduduk setempat disana itu tetap tinggal disana kemudian diberdayakan." ujar Ugrasena.

Dari sudut pandang Penglingsir Puri Singaraja, proyek Bandara Bali Utara adalah bentuk nyata dari harmoni antara pembangunan modern dengan kearifan lokal. 

Dengan pendekatan ramah budaya dan lingkungan, serta komitmen untuk mensejahterakan masyarakat, proyek ini diharapkan menjadi langkah besar bagi Bali Utara menuju masa depan yang lebih cerah.

(*)

Berita Terkini