TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - PDIP resmi mengeluarkan surat pemecatan kepada Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution.
Setidaknya, bersamaan dengan Jokowi, ada 27 kader PDIP yang bernasib sama.
Pemecatan ini dilakukan dikarenakan Kader ini dianggap membelot dari PDIP.
Baca juga: Kepala BMKG Dwikorita: Potensi Bencana Hidrometeorologi di Bali Diprediksi Meningkat
Terkait pemecatan yang dilakukan usia Pemilu dan Pilkada 2024, pengamat menilai, partai memang harus melakukan langkah strategis dalam pengambilan keputusan.
Diperlukan timing yang pas dan juga dikarenakan kesibukan partai dalam menghadapi Pemilu dan Pilkada 2024.
Baca juga: Desa Angseri yang Terkenal dengan Wisata Air Panas di Baturiti Tabanan, Jadi Desa BRILian 2023
Pengamat politik dari Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas), I Nyoman Subanda saat dihubungi Senin, 16 Desember 2024 sore mengatakan Jokowi memang harus dipecat dari PDIP, karena sudah dianggap sebagai 'pengkhianat partai'.
Apalagi menurut Subanda, orang PDIP menganggap jika selama ini PDIP telah memberi banyak ruang bagi Jokowi dan keluarganya, mulai dari walikota, Gubernur Jakarta hingga maju menjadi Presiden.
Namun demikian, menurut Subanda, dalam mengambil keputusan, PDIP pasti melakukan kebijakan yang strategis dan timing pas.
Menurut analisanya, jika dilakukan pemecatan saat hajatan Pilpres, akan menjadi keputusan yang kontraproduktif.
Kemudian tak juga dilakukan pemecatan setelah Pilpres dikarenakan ada beberapa pihak yang berharap masih terjadi rekonsiliasi termasuk juga bisa berdampak pada Pilkada.
Sehingga pemecatan usai Pilkada dianggap memiliki timing yang pas karena tak akan berpengaruh.
"Timingnya memang harus pas. Sekarang kan tidak berdampak. Lima tahun ke depan kan masih bisa ditata," katanya.
Selain itu, menurutnya alasan rasional pemecatan dilakukan sekarang karena selama ini masih fokus pada Pemilu dan Pilkada.
Subanda menyebut, sebenarnya Jokowi sudah berseberangan sejak hajatan Pilpres, dikala putranya, Gibran berpasangan dengan Prabowo Subianto.
Dan sejak saat itu, Jokowi pun sudah dianggap bukan bagian dari PDIP lagi.
Dan menurutnya, posisi Jokowi yang berada di barisan Prabowo Gibran saat Pilpres berdampak signifikan pada kemenangan Paslon ini.
Selain Prabowo yang memang memiliki basis massa, pendukung Jokowi juga banyak yang ikut ke pilihan Jokowi tersebut.
Bahkan ada beberapa kader PDIP kemudian keluar dan merapat ke Prabowo.
"Dan Prabowo juga mengakui jika kehadiran Jokowi berpengaruh pada kemenangannya," paparnya.
Menurutnya, seandainya Jokowi berada di barisan Ganjar, kemungkinan yang terjadi akan berbeda.
Subanda menambahkan, meskipun Jokowi sudah dipecat dari PDIP, ia masih tetap memiliki idola basis massa yang kuat.
Hal ini terbukti dari beberapa kali ia berkunjung meskipun tak lagi sebagai presiden, masyarakat masih antusias.
Begitujuga dengan Gibran, saat ini juga sudah memiliki basis massa terutama dari kalangan muda yang berharap membawa perubahan besar ke depan.
Sementara untuk di Bali, Subanda mengatakan jika PDIP telah memiliki basis tradisional yang kuat.
Namun, hal ini bukan berarti jokowi tak memiliki idola di Bali.
Subanda juga mengatakan jika generasi muda sekarang sudah tak banyak yang fanatik dengan partai.
Bahkan menurutnya, yang mengidolakan Jokowi juga bukan hanya datang dari PDIP namun juga partai lainnya seperti Golkar.
Meski begitu, bagi simpatisan PDIP yang fanatik, akan memberikan cap Jokowi sebagai pengkhianat, termasuk juga kader lain yang keluar dari PDIP. (*)