TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Rencana Pemerintah Kabupaten Badung menjalankan program satu KK miskin satu sarjana, mulai dibahas kalangan DPRD Badung.
Komisi IV DPRD Badung pun, melakukan rapat dengar pendapat dengan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) seperti Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Badung, Dinas Sosial Kabupaten Badung, serta sejumlah perguruan tinggi negeri yang ada di Provinsi Bali pada Selasa 27 Mei 2025.
Rapat sendiri dipimpin Ketua Komisi IV, I Nyoman Graha Wicaksana tersebut juga dihadiri anggota DPRD lainnya seperti I Made Suwardana, I Gede Suraharja, I Wayan Joni Pargawa, I Nyoman Sudana, dan Made Sudana.
Graha Wicaksana, mengatakan akan mengkaji lebih dalam progran Pemerintah Provinsi Bali dan Kabupaten Badung terkait satu KK miskin, satu sarjana.
Baca juga: GRATIS Pendidikan SD Sampai SMP Baik Negeri & Swasta, MK Ketok Palu, Angin Segar Dunia Pendidikan
Baca juga: TRAGEDI Kebakaran Merajan Warga di Munggu Badung, Berhasil Dipadamkan Warga!
“Dari hasil kami menggali di kalangan universitas, program seperti ini sudah jalan, cuma kendala di kabupaten harus mengacu pada data Kementrian Sosial, yang mengharuskan verifikasi data berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Kemensos.
Padahal, banyak keluarga di Badung yang secara kasat mata tergolong miskin, namun tidak tercatat dalam DTKS karena tidak memenuhi indikator formal yang ditetapkan," jelasnya.
"Ini menyulitkan kami dalam menyalurkan bantuan. Padahal tujuan utama program ini adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Badung. Jika pendidikan tinggi bisa diakses masyarakat miskin, mereka bisa ikut mendorong pembangunan daerah, baik di sektor pertanian, maritim, maupun teknologi," tambahnya.
Komisi IV pun mendorong, adanya konsultasi dengan Pemerintah Provinsi Bali atau bahkan langsung ke Kementerian Sosial untuk membuka ruang regulasi yang lebih fleksibel.
Mereka juga mengusulkan agar bantuan tidak hanya mengacu pada DTKS, namun juga mempertimbangkan kondisi riil masyarakat yang diverifikasi oleh aparat desa atau kelurahan.
“Jika terus terpaku pada standar pusat, kita khawatir banyak anak dari keluarga tak mampu yang kehilangan kesempatan kuliah. Padahal pendidikan adalah kunci pengentasan kemiskinan jangka panjang,” tambahnya.
Rencana tindak lanjut berupa studi komparatif ke daerah lain, seperti Jembrana yang telah berhasil menyalurkan bantuan langsung ke mahasiswa tanpa sepenuhnya bergantung pada DTKS, menjadi salah satu opsi yang sedang dikaji.
Sementara, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Badung, AA Ngurah Raka Sukaeling, menjelaskan bahwa syarat penerima bantuan yang masuk dalam kategori Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (KPM PKH) sangat sulit dipenuhi oleh warga Badung.
"Kriteria yang ditetapkan oleh Kemensos RI sangat teknis dan detail, mencakup 14 indikator seperti rumah dengan lantai tanah, penerangan non-listrik, konsumsi makanan terbatas, dan tidak memiliki tabungan. Di Badung, hampir semua keluarga, walaupun tergolong miskin, sudah memiliki rumah dengan berlantai dan akses listrik minimal 400 watt," ujarnya.
Hal senada juga dikatakan, Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) Badung, I Gusti Made Dwipayana, menyebutkan bahwa banyak calon penerima beasiswa gugur karena tidak memenuhi kriteria administratif, meskipun secara ekonomi mereka layak menerima bantuan. Kemdati demikian memang perlu dilakukan pencarian regulasi untuk mengcover program tersebut. (Adv/ Gus)