TRIBUN-BALI.COM - Pemerintah menargetkan kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap sebesar 1,9 Gigawatt (GW) pada tahun 2030.
Hingga Maret 2025, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat kapasitas terinstall PLTS Atap mencapai 406,78 Megawatt (MW) dari 10.437 pelanggan PLN.
Kementerian ESDM mengkaji menambah kuota pembangunan PLTS Atap. Penambahan kuota itu merespons permintaan pelaku usaha yang semakin banyak tertarik menggunakan energi terbarukan tersebut.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna, mengatakan, pemerintah telah menargetkan PLTS atap terpasang mencapai 1,9 gigawatt (GW) hingga 2030.
Baca juga: EFISIENSI Belanja Pemerintah Tekan Emiten Hotel
Baca juga: Pertumbuhan Kredit Sindikasi Masih Lesu, Ini Kata BNI
Namun, jumlah itu bisa lebih besar menyesuaikan dengan permintaan pelaku usaha yang makin banyak. Baca juga: PLTS Terapung Tembesi di Batam Dapat Suntikan Dana, Siap Masuk Tahap Konstruksi
“PLTS atap dengan target 1,9 GW hingga 2030. Namun, saat ini sedang diajukan peningkatan kuota karena tingginya antrian pelanggan,” ujar Feby dalam acara EESA Summit Indonesia 2025 di Hotel Sari Pacific Jakarta, beberapa waktu lalu.
Ia menuturkan, PLTS atap menjadi salah satu percepatan pemanfaatan energi surya. Terlebih, PLTS atap merupakan energi terbarukan yang paling mudah diimplementasikan sehingga dapat meningkatkan bauran energi hijau di Indonesia.
“PLTS atap sangat efektif untuk mempercepat pemanfaatan tenaga surya karena pengguna dapat memanfaatkan listrik untuk konsumsi pribadi, bukan untuk ekspor atau dijual ke PLN,” ujarnya seperti dilansir kompas.com.
Selain PLTS atap, pemerintah juga menargetkan pengembangan dua jenis PLTS lainnya. Salah satunya adalah pembangunan PLTS skala besar di daratan dengan target kapasitas sebesar 4,68 GW.
Kemudian, pembangunan PLTS terapung di danau, bendungan, dan waduk dengan potensi hingga 89,67 GW di lebih dari 290 lokasi.
Pengembangan berbagai PLTS tersebut pun diharapkan dapat mendukung penyediaan listrik di berbagai daerah terpencil di wilayah Indonesia yang selama ini mengandalkan bahan bakar diesel.
“Tahap pertama konversi difokuskan pada penggantian genset diesel dengan PLTS dan baterai dengan kapasitas sekitar 166 MWh PLTS dan 390 MWh baterai, yang tersebar di 94 lokasi di seluruh Indonesia,” kata dia.
“Beberapa pulau itu hanya mendapatkan listrik beberapa jam sehari, maka dengan sistem ini diharapkan layanan listrik bisa 24 jam penuh,” lanjut Feby. (ali)
Tekan Biaya di Sektor Industri
Sekretaris Jenderal Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), I Made Aditya Suryawidya, mengakui adanya kecenderungan peningkatan permintaan terhadap PLTS Atap. Ia menilai, peningkatan ini utamanya didominasi oleh sektor industri yang ingin menekan biaya dari penggunaan listrik PLN.
“Banyak perusahaan-perusahaan ini memang pabrik-pabriknya ingin dipasangkan PLTS atap, sehingga dari kuota yang sudah disediakan memang ada peningkatan dari dua faktor, demand (permintaan) maupun supply (pasokan), jadi itulah yang diharapkan dapat ditingkatkan,” kata Aditya seperti dilansir kompas.com.
Untuk diketahui, penetapan kuota PLTS atap tertuang dalam Keputusan Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM No 279.K/TL.03/DJL.2/2024 tentang Kuota Pengembangan Sistem PLTS Atap PT PLN (Persero) Tahun 2024-2028. Pada diktum II beleid itu, pemerintah menyusun kuota pengembangan PLTS atap berdasarkan clustering dengan mengacu pada kuota PLTS atap.
Meskipun sudah ditetapkan, kuota PLTS atap tersebut masih dapat diubah oleh Dirjen Ketenagalistrikan. Adapun untuk tahun 2024, kuota sistem PLTS atap ditetapkan sebesar 901 megawatt (MW).
Jumlah kuota terus meningkat setiap tahunnya, di mana tahun 2025 sebesar 1.004 MW, lalu menjadi 1.065 MW di tahun 2026, 1.183 MW di tahun 2027, serta 1.593 MW di tahun 2028. Kementerian ESDM pun mencatat realisasi kapasitas terinstal PLTS atap hingga Maret 2025 mencapai 406,78 MW yang terdiri dari 10.437 pelanggan PLN. (ali)