Berita Bali
Mengenang 82 Tahun Sastrawan Bali Rasta Sindhu, Dorong Dokumentasi dan Penyebarluasan Karya
Putu Supartika mengatakan, Rasta Sindhu adalah tonggak penting dalam sejarah sastra di Pulau Dewata.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Agustus 2025 merupakan 82 tahun usia dari Nyoman Rasta Sindhu.
Namun sayangnya ia meninggal dalam usia muda yakni 29 tahun pada 14 Februari 1972.
Meski begitu, karyanya yang memenangkan penghargaan Majalah Horison yakni Ketika Kentongan Dipukul di Bale Banjar sampai saat ini masih terus dibicarakan.
Terkait hal itu, Komunitas Kawiya Bali bekerja sama dengan Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI) Bali menggelar diskusi bertajuk “Membaca Rasta Sindhu: Mengenang 82 Tahun Sastrawan Bali” pada Jumat 29 Agustus 2025 di Sekretariat Kawiya Bali, Desa Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung.
Baca juga: Seniman Bali Ketut Putrayasa Garap Air Terjun Buatan Sepanjang 60 Meter di Pecatu
Acara ini menjadi momentum penting untuk menapaktilasi kembali sosok I Nyoman Rasta Sindhu (1943–1972), seorang sastrawan yang berasal dari Belok Sidan, Kecamatan Petang, Badung, Bali.
Diskusi ini menghadirkan dua narasumber, yakni I Made Sujaya (Dekan FBS UPMI Bali) dan Putu Supartika (sastrawan sekaligus wartawan), dengan moderator I Made Subrata dari Kawiya Bali.
Dalam diskusi ini ada dorongan untuk menerbitkan dokumentasi terkait sosok Rasta Sindhu, baik berupa video dokumenter maupun buku biografi dan kumpulan karyanya termasuk penyebarluasan karya.
Nyoman Rasta Sindhu yang lahir pada tanggal 31 Agustus 1943 di Denpasar dan meninggal pada tanggal 14 Agustus 1972.
Putu Supartika mengatakan, Rasta Sindhu adalah tonggak penting dalam sejarah sastra di Pulau Dewata.
Karya-karyanya tersebar di berbagai media massa, antara lain Kompas, Sinar Harapan, majalah sastra Horison, Mimbar Indonesia, Basis, Sastra.
“Pada tahun 1969, ia memenangkan Hadiah Sastra Horison lewat cerpen Ketika Kentongan Dipukul di Balai Banjar. Sayang, usianya begitu singkat. Rasta Sindhu meninggal dunia pada 1972, ketika baru berumur 29 tahun,” ujarnya.
Dalam karyanya, Rasta Sindhu mengangkat persoalan masyarakat kecil yang tertindas hingga klenik dan kasta.
Minimnya dokumentasi menjadi salah satu persoalan utama ketika membicarakan kembali sosok Rasta Sindhu.
Banyak karyanya tersebar di majalah sastra, surat kabar, hingga kliping lama yang kini sulit dilacak.
Dalam paparannya, I Made Sujaya mengungkapkan bahwa sumber dokumentasi mengenai karya-karya Rasta Sindhu masih sangat terbatas.
“Ada catatan yang menyebutkan beliau menulis hingga 85 cerpen antara 1964–1972, juga sekitar 250 puisi. Namun yang berhasil saya temukan hanya 18 cerpen. Itu pun sudah cukup representatif, meski jelas masih banyak yang hilang,” ujarnya.
Sujaya menekankan pentingnya upaya sistematis untuk mendokumentasikan karya maupun profil Rasta Sindhu, baik dalam bentuk buku maupun audiovisual.
“Ini bukan hanya soal dokumentasi karya sastra, tetapi juga bagian dari sejarah kebudayaan Bali,” tambahnya.
I Made Sujaya mengungkapkan, Rasta Sindhu adalah sastrawan fenomenal yang menulis dalam tekanan hidup namun menghasilkan karya-karya yang kuat.
Rasta Sindhu adalah contoh nyata penulis yang hidup dari tulisan.
Meski wafat muda pada usia 29 tahun, Rasta Sindhu dikenang sebagai penulis yang berani, tajam, dan berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan.
Ia menyoroti konflik sosial, menyinggung adat, bahkan mengkritik tahayul yang masih kuat dalam masyarakat Bali.
Karya-karyanya banyak mengangkat lokalitas Bali sekaligus kritik sosial, menjadikannya salah satu pionir dalam mengawinkan tradisi dengan realitas modern.
“Ia sudah mengangkat lokalitas Bali ke dalam sastra jauh sebelum ramai dibicarakan tahun 1980-an,” ucap Sujaya.
Ketua Komunitas Kawiya Bali, I Putu Suryadi, menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi langkah awal menjalin kerja sama lebih intens dengan pemerintah daerah, sekaligus membuka peluang penggalian potensi sastra di desa-desa.
“Kami berharap bisa berkontribusi melalui festival, kajian, maupun pemberitaan, serta melibatkan masyarakat luas,” katanya. (*)
Kumpulan Artikel Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.