Joged Bumbung Bali
Termasuk 9 Tari Bali yang Jadi Warisan Budaya Dunia, Joged Bumbung Harus “Dijaga”
"Joged Bumbung adalah sebuah tari sosial, bukan seperti yang kerap ditampilkan sekarang, yang mana mengumbar seksualitas,”
Penulis: Cisilia Agustina. S | Editor: gunawan
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ditetapkannya sembilan tarian Bali yang mewakili tiga genre tari wali, bebalih, dan bali-balihan, sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda UNESCO jangan sampai membuat masyarakat Bali terbuai.
Justru ini adalah tugas pemerintah provinsi dan seluruh lapisan masyarakat Bali untuk menjaga kelestarian dan orisinalitas kesembilan tarian tersebut.
(Baca: Prof Bandem Menangis Saat UNESCO Tetapkan 9 Tari Bali sebagai Warisan Budaya Dunia)
Penetapan tersebut dilakukan dalam sidang UNESCO di Windhoek, Nambia, Afrika Selatan, Kamis (3/12/2015) dini hari.
Adapun sembilan tari Bali yang diakui UNESCO adalah Barong Ket, Joged, Legong Kraton, Drama Tari Wayang Wong, Drama Tari Gambuh, Topeng Sidakarya, Baris Upacara, Sanghyang, dan Rejang.
Namun realita yang tidak bisa dipungkiri bahwa Joged Bumbung yang menjadi satu di antara sembilan tari WBD-TB UNESCO, justru hingga sekarang kental sebagai tarian yang mengacu ke arah pornoaksi.
Menurut Prof Dr I Wayan Dibia, seniman sekaligus Guru Besar ISI Denpasar, ini menjadi tugas bersama untuk menghilangkan stigma tersebut.
“Bagaimana kita menggerakkan masyarakat untuk paham bahwa Joged Bumbung adalah sebuah tari sosial, bukan seperti yang kerap ditampilkan sekarang, yang mana mengumbar seksualitas,” ujar Prof Dibia kepada Tribun Bali, Kamis (3/12/2015).
Berbagai upaya harus dilakukan untuk memberantas unsur pornoaksi dalam Joged Bumbung ini.
Satu di antaranya menurut budayawan Prof I Made Bandem, adalah dengan mengajukan petisi pada media sosial untuk menyaring atau mem-filter tayangan terkait Joged Bumbung yang mengarah pada pornoaksi tersebut.
"Satu di antaranya adalah bisa dengan memberikan petisi ke Youtube dari pemprov, disbud (dinas kebudayaan), dan akademisi untuk menghentikan penayangan Joged Bumbung yang mengandung unsur pornografi," ujar Prof Bandem.
Menurut Prof Bandem, sebenarnya sudah ada upaya pembinaan dari Disbud Bali kepada sanggar-sanggar yang mengajarkan Joged Bumbung ini.
Namun pada kenyataannya hal yang cukup meresahkan dan memudarkan esensi dari tari ini masih saja terjadi.
Prof Dibia pun menambahkan perlu dibuka ruang-ruang untuk menampilkan Joged Bumbung yang sopan. Sehingga masyarakat menjadi paham makna dari tari tersebut sebagai satu tari pergaulan bukanlah yang menyimpang seperti yang terjadi saat ini.
“Sebenarnya bisa saja ini ditindak langsung, apalagi ada UU Pornografi. Sekarang, tergantung apakah aparat berani untuk menegakkan itu atau tidak. Sehingga jika kasus seperti ini masih terus terjadi, ada sanksi jelas yang diberikan untuk memberikan efek jera kepada para pelakunya,” ujar Prof Dibia.
Dengan dibukanya ruang-ruang publik yang menampilkan Joged Bumbung sopan ditambah dengan penegakan hukum yang kuat, akan membantu mengembalikan pakem Joged Bumbung yang sesungguhnya.(*)