Berita Bali

Kejati Bali Dorong Penanganan Tindak Pidana Korupsi Lewat Mekanisme DPA, Lazim di Luar Negeri

Kejati Bali Dorong Penanganan Tindak Pidana Korupsi Lewat Mekanisme DPA, Lazim di Luar Negeri

istimewa
Koster Puji Kajati Bali Sumedana : "Luwung Gati" Bale Kertha Adhyaksa, Saya Beri Nilai A Plus 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kejaksaan Tinggi Bali mendorong penanganan perkara baik penegakan tindak pidana korupsi hingga pemulihan aset diselesaikan lewat mekanisme Deferred Prosecution Agreement (DPA).

Sebagaimana disampaikan Kajati Bali, Dr. Ketut Sumedana, SH, MH, dalam seminar ilmiah yang digelar di Auditorium ST Burhanuddin Kejati Bali pada Selasa, 26 Agustus 2025.

Kajati Bali menjelaskan bahwa DPA merupakan kewenangan jaksa selaku pengendali perkara pidana untuk melaksanakan penuntutan.

Baca juga: Pemprov Bali Nantikan Pusat Untuk Penentuan Lokasi Tersus LNG 

"Dengan mengedapankan nilai-nilai Pancasila dalam penyelesaian perkara baik melalui deferred prosecution agreement, mediasi penal, maupun alternatif lainnya, maka akan menciptakan keadilan sosial dan pemulihan bagi korban serta pelaku" ujar Kajati Bali.

Seminar ilmiah mengusung tema, "Optimalisasi Pendekatan Follow the Asset dan Follow the Money melalui DPA dalam Penanganan Perkara Pidana" itu menghadirkan Hakim Tinggi PT Denpasar, Pasti Tarigan, SH, MH dan Guru Besar Hukum Pidana FH Unud, Prof Dr. Gde Made Swardhana, SH, MH sebagai narasumber.

Baca juga: Prakiraan Cuaca Bali 29 Agustus 2025, Karangasem Dilanda Hujan dan Angin Kencang, Daerahmu?

Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar Pasti Tarigan menyatakan, DPA lazim digunakan di negara-negara common law seperti Inggris dan Amerika


"Hal ini dapat diterapkan di Indonesia meskipun menganut sistem hukum civil law," ujar dia.


Proses Deferred Prosecution Agreement (DPA) mempercepat pemulihan keuangan negara, terutama dalam kasus kejahatan korporasi seperti tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan suap demi mencapai keseimbangan antara aturan yang berlaku (rechtmatigheid) dan asas kemanfaatan (doelmatigheid). 


Menurut Guru Besar Hukum Pidana FH Unud Prof Dr. Gde Made Swardhana, pendekatan DPA didasari oleh asas oportunitas yang dimiliki Kejaksaan.


"Yaitu hak untuk tidak melakukan penuntutan jika tidak sesuai dengan kepentingan umum," jelasnya. (*)

 

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved