Berita Bali

Selama Enam Tahun Terakhir Lahan Sawah di Bali Menyusut Hingga 6.521 Hektar 

Selama Enam Tahun Terakhir Lahan Sawah di Bali Menyusut Hingga 6.521 Hektar 

istimewa
SUASANA - Suasana petani meninjau sawah di Desa Siangan Gianyar Bali pada 6 Maret 2025. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR — Dalam kurun waktu 6 tahun mulai dari Tahun 2019 hingga Tahun 2024, telah terjadi pengurangan lahan sawah mencapai 6.521,81 hektar atau 9,91 persen.

Tertinggi terjadi di Kota Denpasar dengan pengurangan seluas 38,03 persen. 

Hal tersebut diungkapkan oleh, Kabid Penataan dan Pemberdayaan Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bali, I Made Herman Susanto saat ditemui di DPRD Bali, Rabu 17 September 2025.

Baca juga: SELAMAT JALAN Komang Sasa, Jadi Terapis Spa di Turki Berujung Duka, Mendarat di Bali Hari ini

"Kalau melihat kecenderungan ini sebenarnya alih fungsi lahan itu tidak terlalu besar seperti yang di sampaikan di media.

Mungkin kalau pelanggaran terkait dengan itu biasanya mereka melanggar kaitannya mereka tidak punya ijin.

 Karena kalau memohon ijin itu pasti melalui mekanisme, salah satunya melalui sistem OSS," jelasnya.

Baca juga: VIDEO Penebasan di Glogor Carik Denpasar, Diawali Pertengkaran Lalu Ditebas Secara Sadis

Dari data rekapan Kanwil BPN Bali, bahwa Kota Denpasar wilayah paling tinggi penurunannya lahan sawahnya, yaitu dalam 6 tahun sebesar 38,03 persen. Dan rata-rata per tahunnya 6,34 %. Disusul oleh Gianyar 14,82 %, dengan rata-rata pertahunnya 2,47 %.  "Dan yang paling kecil adalah Kabupaten Tabanan karena wilayah Tabanan cukup besar wilayah pertaniannya. Yaitu, 3,64 ?lam 6 tahun terakhir, dan hanya 0,61 % per tahun," terangnya.

 


Dikatakan, perubahan yang terjadi ini bisa ditimbulkan oleh alih fungsi lahan karena ada perubahan juga di dalam tata ruang. Seperti, di Kota Denpasar karena memang bukan tanah sawah sehingga bisa digunakan perencanaan pembangunan. 

 


Data yang kami gunakan dari 2019 hingga 2024 adalah data LBS, LSD, dan sawah update. Sehingga kita bisa melihat pengurangan secara terperinci, baik itu di provinsi maupuan kabupaten/kota," jelasnya.

 


Terkait musibah bangunan runtuh yang terjadi di Jalan Sulawesi pada saat banjir bandang 10 September 2025 lalu, dikatakan bangunannya memang melewati sempadan sungai. Sehingga terancam oleh aliran sungai itu sendiri. "Kami cek sertifikatnya kayaknya masih berhimpitan, karena bangunan itu kemungkinan sudah terjadi sebelum ada rencana tata ruang 2013 maupun rencanan tata ruang terbaru," tutupnya. 

 

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved