Mengejutkan, 9.000 Orang di Bali Dinyatakan Gila
Kebanyakan keluarga memilih menyembunyikan penderita gangguan jiwa berat dari pandangan umum, karena dianggap aib
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Dewa Made Satya Parama
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Sebanyak 9.000 orang di Bali mengalami gangguan jiwa berat (skizofrenia) atau gila pada tahun 2015.
Dari 9.000 orang gila itu, sejumlah 350 orang di antaranya mengalami pemasungan.
(Prof Suryani: Anggota Dewan, Pejabat dan Orang Biasa, Semua Bisa Gila)
Demikian data yang terungkap dari Renungan Kesehatan Mental di Bali Tahun 2015 yang diadakan oleh Suryani Institute for Mental Health (SIMH) di Denpasar, Bali, Senin (28/12/2015).
Secara umum, menurut Kementerian Kesehatan, Bali juga merupakan salah-satu dari 5 provinsi di Indonesia yang terbanyak jumlah penderita gangguan jiwanya.
Jumlah orang gila di Indonesia pada umumnya adalah 1,7 dari 1.000 penduduk.
Namun di Bali angka orang gila mencapai 2,3 per 1.000 penduduk.
Selama ini untuk mengumpulkan data lengkap seperti nama dan lokasi penderita gangguan jiwa, SIMH mengalami kesulitan.
“Kebanyakan keluarga memilih menyembunyikan penderita gangguan jiwa berat dari pandangan umum, karena dianggap aib. Itu sebabnya, masih ditemukan penderita yang dipasung. Bahkan, ada yang menganggap orang gila itu sebagai Leak sehingga layak dipasung. Tapi, ada juga alasan pemasungan demi ketertiban umum, karena khawatir penderita mengganggu orang lain,” jelas Prof dr LK Suryani, pendiri SIMH.
Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Medis Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Bangli, I Dewa Gede Basudewa, juga mengakui sulitnya mendapatkan data orang gila lantaran keluarga mereka cenderung menyembunyikan.
Pasien RSJ Bangli yang sudah dibawa pulang keluarganya setelah 6 bulan perawatan saja, kadang juga tidak mudah bagi pihak RSJ mendeteksi perkembangan kondisinya: apakah kambuh lagi atau tidak.
Perawatan paling lama 6 bulan diterapkan, karena RSJ Bangli tidak memungkinkan merawat pasien gila seumur hidup.
Selain itu, menurut Basudewa, alasan yang lebih penting, proses penyembuhan pasien gila justru lebih banyak ditentukan oleh perhatian dan kasih sayang keluarga dalam menangani penderita di rumah.
Data menyebutkan, 58 persen penderita gangguan jiwa sembuh tanpa obat dan 32 persen sembuh dan membaik dengan obat.
Penyembuhan tanpa obat itu, salah-satu yang terpenting adalah perhatian dan kasih sayang dari keluarga.
Oleh karena itu, pemasungan sangat disayangkan oleh SIMH dan Basudewa, karena justru makin menjauhkan penderita dari proses penyembuhan.
“Bahkan, ada beberapa orang gila yang dipasung oleh keluarganya dengan dimasukkan ke dalam kerangkeng besi seperti binatang yang terpenjara dalam kandang atau sangkar,” cetus Suryani.
Menurut Pasal 86 Undang-Undang (UU) No 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, jelas Suryani, pemasungan itu dilarang.
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan pemasungan terhadap ODMK (Orang Dengan Masalah Kejiwaan) dan ODGJ (Orang Dengan Gangguan Kejiwaan) akan dipidana.
“Cuma, UU itu belum menyebut dengan jelas sanksi pidana seperti apa yang akan dijatuhkan kepada orang-orang yang memasung,” kata Suryani.
Data dari SIMH menyebutkan, di Kabupaten Buleleng, jumlah orang gila diperkirakan 1.248 orang dengan jumlah yang dipasung 26 orang.
Di Klungkung, orang gila diperkirakan sebanyak 455 dan terpasung 5 orang; di Denpasar sebanyak 1.692 orang gila dan yang terpasung 3 orang.
Prof LK Suryani mengatakan, semua orang berpotensi menderita gangguan jiwa.
Tidak peduli kaya atau miskin, orang biasa atau pejabat, dan tinggal di desa ataupun di kota. (*)
Info ter-UPDATE tentang BALI, dapat Anda pantau melalui:
Like fanpage >>> https://www.facebook.com/tribunbali
Follow >>> https://twitter.com/Tribun_Bali