PHDI Jembrana Tolak Wacana Pembangunan Jembatan Jawa-Bali, Ini Kekhawatirannya!

Dalam mitologi Dang Hyang Sidimantra disebutkan, Jawa dan Bali memang sengaja dipisahkan oleh laut. Jika pembangunan jembatan ini dipaksakan,

Penulis: I Gede Jaka Santhosa | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
Tribun Bali/Dwi S

TRIBUN-BALI.COM, NEGARA -Tokoh agama, DPRD dan Pemerintah Provinsi Bali menolak gagasan yang diwacanakan Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, untuk membangun jembatan di Selat Bali menghubungkan Jawa-Bali sebagaimana Surabaya-Madura (Suramadu).

Pembangunan jembatan itu dikhawatirkan menodai sejarah Pulau Bali.

(Wacana Jembatan Jawa-Bali Sejak 15 Tahun Silam, Pemerintah Lebih Sarankan Ini)

Diketahui,  Bupati Anas seusai rapat kordinasi di Pelabuhan Penyeberangan Ketapang, Senin (14/3/2016), menggulirkan wacana pembangunan jembatan di Selat Bali.

(Netizen Ramai Tolak Wacana Jembatan Jawa-Bali, 'Ingat Sejarah Kenapa Dulu Dipisah')

Dia beralasan arus penyeberangan Jawa-Bali dari Pelabuhan Ketapang Banyuwangi ke Gilimanuk, dan sebaliknya terus meningkat.

Bahkan terjadi antrean panjang saat long weekend, hari besar nasional, dan atau pada saat terjadinya cuaca buruk.

Menyikapi ide itu, Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Jembrana, I Komang Arsana, bersuara lantang menolaknya.

Dia  menilai usulan membangun jembatan Jawa-Bali menodai sejarah Pulau Bali, merusak tatanan masyarakat Bali yang sarat akan keunikan sosial dan budaya.

“Dalam mitologi Dang Hyang Sidimantra disebutkan, Jawa dan Bali memang sengaja dipisahkan oleh laut. Jika pembangunan jembatan ini dipaksakan, saya pastikan akan terjadi pergeseran-pergeseran nilai sosial dan budaya di Bali,” tegas Arsana, Rabu (16/3/2016).

Selain itu, dalam mitologi Hindu, lanjut Arsana, baik secara skala maupun niskala, Pulau Jawa dan Pulau Bali memang harus dipisah oleh laut (Selat Bali) untuk memfilter hal-hal negatif atau pengaruh buruk yang hendak masuk ke Bali.

Dia menyebut yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan penyeberangan lintas laut Ketapang-Gilimanuk adalah memperbaiki kualitas pelayanan oleh instansi terkait.

Hal senada disampaikan Ketua Wadah Antar Lembaga Umat Budha Indonesia (Walubi), I Ketut Sujono.

Menurutnya, jika wacana jembatan di atas Selat Bali ini dipaksakan, akan menghilangkan vibrasi Bali sebagai Pulau Seribu Pura, yang selama ini kental akan tatanan sosial, budaya serta keagamaannya.

“Terlalu dini jika pejabat selevel bupati seperti itu mengusulkan pembangunan jembatan di Selat Bali. Keberadaan jembatan Jawa-Bali bukan jaminan untuk mensejahterakan warga di kedua pulau tersebut,” ketus Sujono. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved