Bangke Matah Dikubur di Klungkung Bali
Suara Teriakan Dan Gamelan Baleganjur Iringi Dewa Aji Tapakan Diarak Menuju Setra
Baleganjur yang sebelumnya sangat riuh, berganti alunan gamelan klentangan yang terdengar sangat sendu.
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Eviera Paramita Sandi
TRIBUN-BALI.COM, SEMARAPURA – Baleganjur yang sebelumnya sangat riuh, berganti alunan gamelan klentangan yang terdengar sangat sendu.
Suasana keramian tersebut tiba-tiba hening sejenak sekitar pukul 23.00 Wita, Kamis (13/10/2016).
Beberapa lampu penerangan dimatikan sejenak.
Dari kejauhan terdengar suara hentakan beleganjur, disertai sorak sorai penabuhnya.
Tidak lama berselang, tibalah delapan pemuda bertelanjang dada di Catus Pata Banjar Adat Getakan.
Baca: Kisah Dewa Aji Tapakan Perankan Bangke Matah di Banjar Adat Getakan Sejak 11 Tahun Yang Lalu
Mereka mengarak layon/ watangan Dewa Aji Tapakan, suasana semakin terasa sakral ketika beberapa wanita tiba-tiba kesurupan.
Tiba saatnya dimana prosesi layon dari Dewa Aji Tapakan dimandikan dan diupacarai selayaknya orang yang sudah meninggal.
Tubuh pria paruh baya tersebut tampak tegak dan kaku.
Sedikitpun tubuhnya bergeming, ketika dimandingan dengan air dingin.
Tubuh dari Dewa Aji Tapakan ketika selesai dimandikan langsung dibalut bengan kain kafan dan tikar.
Jelas terlihat ketika itu, beberapa pemangku mengikatkan kain kafan dengan sangat erat.
Lantunan kidung dan beberapa warga yang kesurupan membuat suasana ketika itu semakin sakral.
Setelah dilakukan berbagai ritual, atau sekitar pukul 00.00 Wita, tibalah saatnya layon dari Dewa Aji Tapakan diarak m Lantunan kidung dan beberapa warga yang kesurupan membuat suasana ketika itu semakin sakral.
Tidak tanggung-tanggung, puluhan ribu warga ketika itu ikut mengantar layon/ watangan Dewa Aji tapakan menuju Setra Getakan.