2 Purnama Dalam Satu Bulan? Ini Penyebabnya Dilihat dari Kalender Saka Bali
Selain itu, menurut ahli lontar, dan pendiri Hanacaraka Society, Sugi Lanus, purnama dua kali dalam satu bulan itu tidak ada.
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Bulan Januari dan Maret 2018 jika dilihat dari kalender masehi yang kita pergunakan sehari-hari akan ada dua purnama, yaitu di awal dan akhir bulan.
Dikutip dari kompas.com, hal ini karena adanya perbedaan antara kalender matahari selama 365 hari yang selama ini kita ikuti dan kalender lunar yang diikuti oleh banyak budaya.
Baca: Gerhana Bulan Total Berwarna Kemerahan Malam Ini Tepat Pukul 20.51 Wita, Dikaitkan Kisah Kala Rau
Dikatakan bahwa satu putaran kalender lunar sama dengan 12 putaran revolusi Bulan (29,5 hari), sehingga satu tahun lunar sama dengan 354 hari lebih 10 jam 49 menit.
Lalu bagaimana jika dilihat dari perhitungan Bali?
Menurut penekun lontar yang juga dosen IKIP PGRI Bali, Ida Bagus Oka Manobhawa mengatakan hal itu dikarenakan adanya perbedaan jumlah hari antara bulan masehi dan bulan Bali.
“Mungkin karena ada perbedaan bulan Masehi yang jumlah harinya 30 atau 31 dengan bulan Bali yang berjumlah 35 hari. Karena ada sisa perhitungan yang mengakibatkan ada dua kali purnama dalam sebulan,” ungkap Oka Manobhawa.
Sementara itu, Ida Bagus Komang Sudarma, pegiat di Hanacaraka Society mengungkapkan yang membuat spesial karena kalender saka Bali dan gregorian (kalender masehi) yang beririsan.
“Mungkin yang membuat spesial adalah kalender saka Bali dan gregorian yang beririsan,” kata Sudarma.
Namun menurutnya hal ini normal saja kalau dilihat dari kalender saka Bali.
Selain itu, menurut ahli lontar, dan pendiri Hanacaraka Society, Sugi Lanus, purnama dua kali dalam satu bulan itu tidak ada.
"Purnama dua kali itu tidak ada. Itu pasti salah. Sebutannya nampih itu, bukan purnama dua kali," kata Sugi Lanus.
Sugi menambahkan, sebenarnya nampih ini tradisi Tenganan, sementara untuk daerah di luar Tenganan tidak melakukan nampih.
Ia mengatakan, nampih ini bersumber dari tradisi perhitungan kalender Tenganan, atau dengan kata lain mereka punya kalender sendiri dan perhitungannya berbeda dengan perhitungan sasih di Bali pada umumnya.
Nampih menurut Sugi, merupakan koreksi atas hari dan bulan yang tidak sesuai dengan musim atau cuaca dan titi mangsa serta tradisi tani.
“Nampih itu koreksi atas hari dan bulan yang tidak sesuai dengan musim atau cuaca dan titi mangsa serta tradisi tani. Jadi 'nampih' melakukan 'adjustment' pada pengelong dan penanggal,” kata Sugi. (*)