Teror Bom di Surabaya

TERKUAK, Pelaku Bom Surabaya Satu Keluarga Pro ISIS, Kapolri Beberkan Motif Utama Serangan Mereka

Indonesia kembali berduka. Belum kering darah korban kerusuhan di Mako Brimob, kini ibu pertiwi harus kembali menanggung kesedihan

Editor: Ady Sucipto
Bom Gereja Surabaya 

TRIBUN-BALI.COM, SURABAYA - Indonesia kembali berduka. Belum kering darah korban kerusuhan di Mako Brimob, kini ibu pertiwi harus kembali menanggung kesedihan karena ledakan tiga bom sekaligus di tiga gereja di Kota Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5) pagi.

13 orang meninggal, termasuk enam pelaku bom bunuh diri yang merupakan satu keluarga terduga teroris.

Baca: VIRAL Foto Wanita Bercadar Bersama Anaknya Duduk di Pinggir Trotoar, Ini Penjelasan Polda Bali

Baca: TAK DISANGKA! Begini Cara Wanita Ini Ajak 4 Anaknya Jadi Pelaku Bom 3 Gereja di Surabaya

Baca: Cermati! Ini Info yang Benar dan yang Hoax Pasca Serangan Bom Di Surabaya

Rentetan kasus radikalisme ini membuat polisi bergerak cepat dan militan untuk mencari teroris. Polisi merangkul TNI, dan TNI dinyatakan bakal mengirimkan pasukannya untuk bersama-sama memberantas terorisme.

"Saya sudah minta kepada Bapak Panglima TNI, beliau nanti akan mengirimkan kekuatan untuk melakukan operasi bersama," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian di RS Bhayangkara Surabaya, Minggu (13/5).

Tito menyatakan telah memberi tahu Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengadakan operasi terorisme bersama TNI. Operasi ini dilatarbelakangi aksi teror yang kian marak belakangan ini.

"Kami sudah laporan ke Bapak Presiden bahwa TNI, Polri, BIN (Badan Intelijen Negara) ini bergerak, dan kami akan merapatkan barisan, selain yang sudah kita tangkap semenjak dua hari yang lalu," kata Tito.

Sasaran operasi ini adalah sel-sel terorisme dari dua kelompok, yakni Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT). Dua kelompok ini dinyatakan Kapolri memuat dukungan kepada ISIS.

"Kita akan melakukan penangkapan kepada kelompok-kelompok sel-sel dari JAD, JAT, maupun mereka yang diduga akan melakukan aksi," kata Tito.

Tantangan untuk mengungkap terorisme sampai ke akar-akarnya berasal dari para teroris atau calon teroris itu sendiri. Mereka sudah dilatih untuk bungkam dan punya kelihaian mengelabui aparat.

"Persoalannya memang mereka juga orang terlatih, mereka mengerti cara menghindari operasi intelijen, bagaimana menghindari komunikasi, bagaimana menghindari surveillance (aktivitas mata-mata), bagaimana meng-counter interogasi, mereka memiliki manual, mereka berlatih menghindari deteksi kita," kata dia.

Tito bisa mengetahui para teroris terlatih berdasarkan barang bukti yang didapat dari kasus teroris sebelumnya. Dalam penangkapan di kasus sebelumnya, polisi mendapatkan buku manual dan buku-buku pelatihan.

"Ini kita dapatkan dari buku-buku manual termasuk menghindari komunikasi. Jadi mereka berlatih melakukan pengembangan," ujarnya.

Tito meminta dukungan dari semua pihak agar aparat bisa memberantas terorisme. Namun dia menyatakan kelompok-kelompok teror di Indonesia tak terlalu berbahaya.

"Yang jelas kelompok ini tak terlalu besar. Ini hanya sel-sel kecil, mereka tidak akan bisa mengalahkan negara. Tidak mungkin mengalahkan TNI, Polri, dan kita semua. Kita harus bersatu padu, mohon dukungan agar kita bisa melakukan tindakan-tindakan," kata dia.

Kapolri juga meminta DPR RI mempercepat revisi UU Antiterorisme. Tujuannya agar Polri bisa lebih cepat menindak teroris. "Revisi jangan terlalu lama, sudah satu tahun lebih," katanya.

Halaman
1234
Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved