Mereka Yang Diciduk Polisi Dan Kehilangan Pekerjaan Karena Sebut Bom Surabaya Rekayasa

Karena jari yang tidak bisa dikontrol di media sosial, mereka menjadi tersangka di kepolisian dan terancam kehilangan pekerjaan.

Editor: Eviera Paramita Sandi
(JUNI KRISWANTO)
Anggota polisi berjaga di lokasi lokasi ledakan bom di gereja di Surabaya, Minggu (13/5/2018). 

TRIBUN-BALI.COM- Peristiwa duka mendalam yang dialami warga Surabaya akibat ulah bom bunuh diri di 3 gereja ternyata ditanggapi sebagian masyarakat tidak serius.

Alih-alih menyatakan ungkapan duka, beberapa diantaranya justru mengeluarkan pernyataan yang provokatif dan tidak mempertimbangkan perasaan keluarga korban bom.

Mereka yang antipati, menyebut peristiwa tersebut sebagai pengalihan isu.

Akibatnya, karena jari yang tidak bisa dikontrol di media sosial, mereka menjadi tersangka di kepolisian dan terancam kehilangan pekerjaan.

Berikut adalah proses hukum terhadap mereka yang tidak berempati terhadap keluarga korban.

1. Buat Status Teroris Hanya Pengalihan Isu, Satpam Bank Jadi Tersangka

Polisi kembali mengamankan satu tersangka yang memosting status aksi teror beberapa waktu lalu hanya pengalihan isu.

Kini, polisi mengamankan Amar Alsaya Dalimunthe alias Dede (46), warga Jalan Karya Bakti, Kelurahan Serbalawan, Kecamatan Dolok Batu Nanggar, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

Amar bekerja sebagai anggota satuan pengamanan ( satpam) di Bank Sumut Serbalawan. Ia ditangkap Satuan Reskrim Polres Simalungun di rumah kontrakannya, Jumat (18/5/2018).

Kepala Bidang Humas Polda Sumut AKBP Tatan Dirsan Atmaja mengatakan, pelaku diamankan karena membuat status di akun Facebook-nya. Status tersebut berbunyi: "Di Indonesia tidak ada teroris, itu hanya fiksi, pengalihan isu..”

Status tersebut dibanjiri komentar netizen. Rata-rata netizen menyayangkan postingan pelaku.

"Berdasarkan laporan masyarakat, aparat yang juga sudah mendapatkan informasi melakukan penyelidikan. Pelaku kita amankan dan ditahan. Penanganannya dilakukan Polres Simalungun," kata Tatan, Senin (21/5/2018).

Hasil introgasi, pelaku mengaku mengunggah statusnya pada Kamis (17/5/2018) malam melalui ponselnya.

Saat ini polisi masih memeriksa pelaku untuk mengetahui motif penyebaran ujaran yang diduga mengandung kebencian tersebut.

Untuk sementara, pelaku dipersangkakan melanggar pasal 28 ayat (2) jo pasal 45 A ayat (2) Undang-undang 19/2016 tentang Perubahan atas UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Pasal 14 ayat (1) atau (2) UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved