Pemuda yang Hobi Melihat Bintang Ini Terima Beasiswa Kuliah di Jepang
"Hobi saya melihat bintang, karena di SMA sering ikut olimpiade astronomi. Selain itu melihat bintang juga bagus untuk mata,"
Penulis: Putu Supartika | Editor: Irma Budiarti
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - "Hobi saya melihat bintang, karena di SMA sering ikut olimpiade astronomi. Selain itu melihat bintang juga bagus untuk mata," kata I Putu Ade Rian Wartelika, pemuda yang mendapat beasiswa Asia Bridge Program (ABP), saat acara pelepasan yang diselenggarakan di Kediaman Dinas Konsul Jenderal Jepang, Jalan Ciung Wanara I, Denpasar, Selasa (25/9/2018) petang.
Dengan beasiswa yang juga didukung PT Univance ini, ia akan kuliah S1 jurusan Teknik Mesin di Universitas Shizuoka Jepang.
Sebelum memperoleh beasiswa ini, pemuda tamatan SMA Negeri Bali Mandara tahun 2016 ini sempat menerima beasiswa untuk kuliah di salah satu universitas di New York Amerika Serikat jurusan Teknik Lingkungan.
Namun, karena tidak mendapat biaya hidup selama di sana, ia memutuskan tidak mengambilnya.
Lalu ia kuliah di Jurusan S1 Pendidikan Fisika di Universitas Pendidikan Ganesha hanya satu semester.
"Kuliah satu semester saya melamar ke Unud jurusan Fisika murni dan ikut seleksi beasiswa ini. Keduanya pun lulus dan saya memilih berangkat ke Jepang," kata pemuda kelahiran 12 April 1998 ini.
Ia merasa bahwa lolos beasiswa dan bisa kuliah di Jepang ini bagaikan mimpi.
"Dari awal SMA sebenarnya saya sudah ingin kuliah di Jepang. Rasanya seperti mimpi apalagi saingan banyak, belum lagi tantangan belajar Bahasa Jepang. Ujiannya juga sangat susah. Semua yang saya peroleh tidak lepas dari dukungan banyak pihak, baik keluarga termasuk sekolah saya SMA Bali Mandara. Tanpa SMA Bali Mandara ini hanya mimpi bagi saya," kata putra pasangan dari Made Padayasa dengan Ni Ketut Riang Butsiani ini.
Berbekal dasar bahasa Jepang yang dipelajari saat di SMA, ia kursus bahasa Jepang di Cikarang selama tiga bulan.
"Belajar bahasa Jepang dari awal itu satu tahun, tapi intensnya di 3 bulan yaitu sejak November 2017 sampai Februari 2018," kata lelaki asal Seririt Buleleng ini.
Untuk bisa lolos ia bersaing dengan empat orang lainnya.
Dalam perjalanan, satu orang mengundurkan diri karena mendapat beasiswa dari universitas swasta di Jakarta.
"Nilai hasil tesnya itu beda tipis. Bahkan ada yang selisihnya cuma satu poin dengan saya," imbuhnya.
Ia akan berangkat ke Jepang Oktober ini, dan setamat dari Universitas Shizuoka dirinya akan menjalani kontrak kerja selama 8 tahun di PT Univance.