Fenomena Turis China di Bali Terbanyak Jumlahnya, Tapi Paling Sedikit Belanjanya

Hasil survei Kantor Perwakilan BIBali pada 2018 menunjukkan, tingkat pengeluaran turis China di Bali ternyata yang paling rendah

Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Eviera Paramita Sandi
Tribun Bali/Widyartha Suryawan
Water sport - Wisatawan yang didominasi dari China menikmati berbagai wahana water sport di kawasan wisata bahari Tanjung Benoa, Badung, Rabu (5/7/2018). 

TRIBUN-BALI.COM - Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali mencatat, ada peningkatan signifikan jumlah turis China ke Bali dalam beberapa tahun terakhir, persisnya selama periode 2010-2017.

Rata-rata pertumbuhan kunjungan turis China ke berbagai negara di seluruh dunia (global) mencapai 13,30 persen.

Namun, rata-rata pertumbuhan kedatangan turis China ke Indonesia (termasuk Bali) lebih tinggi dibanding rata-rata global itu.

Yakni 28,50 persen.

Kepala Perwakilan BI Provinsi Bali, Causa Iman Karana mengatakan, meskipun turis China membanjiri Bali, terdapat permasalahan terkait penerimaan devisa yang didapat oleh negara dari kunjungan turis China ini.

Rata-rata pengeluaran wisatawan China masih lebih rendah dibanding wisatawan negara-negara lain.

“Di Bali, rata-rata pengeluaran wisatawan China sebesar Rp 9,66 juta, lebih rendah dibanding rata-rata pengeluaran wisatawan Australia, Eropa, dan Jepang,” kata Causa beberapa waktu lalu.

Hasil survei Kantor Perwakilan BIBali pada 2018 menunjukkan, tingkat pengeluaran turis China di Bali ternyata yang paling rendah dibandingkan turis dari Jepang, AS, dan Eropa. 

Pengeluaran turis China di Indonesia rata-rata hanya sebesar 965 dolar AS (sekitar Rp 9,66 juta) per orang untuk sekali kunjungan.

Itu lebih rendah dibanding pengeluaran turis China di Thailand yang sebesar 2.026 dolar AS per orang untuk sekali kunjungan pada 2017.

Pengeluaran turis China itu juga di bawah rata-rata pengeluaran wisatawan mancanegara (wisman) di Indonesia yang sebesar 1.170 dolar AS per orang.

Pengeluaran turis Jepang di Bali sekitar Rp11,19 juta per orang, turis Eropa Rp15,7 juta per orang, dan turis Australia Rp13,4 juta per orang.

ini menyebabkan adanya lost opportunity sekitar 205 dolar AS per wisman.

Jika potensi tersebut dikalikan total wisman China yang datang ke Indonesia sepanjang periode 2014-2017, maka total lost opportunity akan mencapai 260 juta dolar AS.

Salah satu penyebab tidak optimalnya penerimaan devisa negara dari kedatangan turis China adalah adanya praktek pemasaran ‘Zero Dollar Tour’ yang ditawarkan oleh agen perjalanan wisata.

Melalui paket wisata tersebut, agen wisata menawarkan harga paket wisata yang sangat murah, bahkan hanya senilai biaya tiket perjalanan.

Namun demikian, wisatawan yang mengambil paket wisata tersebut harus mengikuti jadwal tur dan bahkan kunjungan ke toko-toko souvenir yang telah ditetapkan oleh agen wisata.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, total kunjungan turis China ke Indonesia sebanyak 1,9 juta orang pada 2017.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 1,38 juta orang berkunjung ke Bali.

Sementara itu, wisman dari Australia tercatat sebanyak 1,09 juta orang pada periode Januari-Desember 2017.

Jumlah wisman Jepang sebanyak 252.998 orang, sedangkan turis dari Negeri Paman Sam sekitar 191.106 orang.

Adapun jumlah keseluruhan wisman dari tiga negara Eropa saja, yakni Inggris, Prancis, dan Jerman, mencapai 598.875 orang.

Salah satu penyebab tidak optimalnya penerimaan devisa negara dari kedatangan turis China adalah adanya praktek pemasaran Zero Dollar Tour yang ditawarkan oleh agen perjalanan wisata.

Melalui paket wisata tersebut, agen wisata menawarkan harga paket wisata yang sangat murah, bahkan hanya senilai biaya tiket perjalanan.

Namun demikian, wisatawan yang mengambil paket wisata tersebut harus mengikuti jadwal tur dan bahkan kunjungan ke toko-toko souvenir yang telah ditetapkan oleh agen wisata.

Menurut penuturan pelaku pariwisata di Bali, praktek Zero Dollar Tour  yang dipraktekkan pelaku usaha wisata China di Bali, sebelumnya dilakukan mereka di Thailand dan Vietnam.

Pemerintah Thailand kemudian melakukan berbagai upaya, diantaranya menetapkan tarif acuan otoritas pariwisata Thailand dengan membuat kesepakatan bersama Otoritas Pariwisata China.

Juga dilakukan penertiban agen wisata ilegal, di mana pemerintah Thailand bekerjasama dengan pemerintah China.

“Intervensi yang dilakukan pemerintah Thailand dalam membasmi praktek Zero Dolar Tour  ini, bisa mencegah hilangnya potensi pendapatan devisa dari wisatawan China, sehingga bisa mengoptimalkan pendapatan devisa mereka,” kata pelaku usaha pariwisata itu. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved