Tangis Histeris Warga Banjar Pule Melihat Tempat Tinggalnya Dirobohkan Excavator

Ada warga yang menangis histeris, adapula warga yang marah dan terlihat bersitegang dengan petugas kepolisian.

Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Eviera Paramita Sandi
Tribun Bali / Muhammad Freddy Mercury
Keluarga Wayan Wirta histeris saat rumahnya di Banjar Pule, Kelurahan Kawan, Bangli, dieksekusi Jumat (14/12/2018) siang. Empat rumah warga dieksekusi di atas lahan seluas 10 are ini. 

TRIBUN-BALI.COM - Ketegangan terjadi di selatan Pasar Kidul Bangli, Bali, Jumat (14/12/2018) siang, saat eksekusi sejumlah rumah warga.

Sejumlah polisi bersenjata lengkap hingga alat berat jenis excavator tampak bersiaga di sepanjang bagian selatan Pasar Kidul.

Tepat pukul 11.23 Wita, petugas PLN mematikan aliran listrik yang menerangi beberapa rumah di kawasan Banjar Pule, Kelurahan Kawan, itu serta disusul dengan bergeraknya excavator.

Situasi langsung berubah menjadi tegang.

Ada warga yang menangis histeris, adapula warga yang marah dan terlihat bersitegang dengan petugas kepolisian.

Para warga tersebut tak kuasa menyaksikan rumah mereka dirobohkan lalu diratakan excavator.

Mereka pun tak tahu di mana akan tinggal untuk sementara.

Permasalahan yang berbuntut pada eksekusi sejumlah rumah warga itu, bermula pada tahun 2008 silam.

Ketika itu, I Made Sayang Darmada selaku ahli waris menggugat empat kepala keluarga (KK) yang menempati lahan seluas 10 are tersebut, di antaranya Wayan Wirta, Ketut Windia (alm), Nyoman Ruja, dan I Wayan Wirka.

Prajuru Adat Banjar Pule, Made Arsawan, mengungkapkan empat orang tergugat itu merupakan satu keluarga yang telah menempati lahan tersebut sejak 1942 silam.

Namun pada tahun 2008, Mangku Sayang mengajukan gugatan untuk memperjuangkan hak warisnya.

“Tanahnya sebenarnya ini milik desa, namun ayah Mangku Sayang yang ngayahan-nya. Jadi Mangku Sayang yang berhak memakai,” ujarnya ditemui di lokasi eksekusi, kemarin.

Made Arsawan mengaku tidak tahu-menahu detail persoalan ini lantaran baru menjadi prajuru pada tahun 2014.

Pun demikian, pihak banjar tidak bisa berbuat apapun, sebab saat diketahui sebelum tahun 2014, permasalahan ahli waris ini sudah selesai di pengadilan.

“Kami tidak bisa melakukan upaya apapun karena sudah masuk di ranah hukum, dan sudah keputusan MA (Mahkamah Agung). Dilaporkan juga dalam posisi kalah. Kalau dulu belum masuk ke ranah itu, mungkin banjar bisa menyelesaikan secara adat,” ucapnya.

Sementara Panitera Pengadilan Negeri (PN) Bangli, Nyoman Sudarsana mengungkapkan, berdasarkan gugatan yang dilayangkan Mangku Sayang pada tahun 2008, sesuai keputusan Pengadilan Negeri Bangli tahun 2009 pihak penggugat memenangkan perkara ini.

Sebab berdasarkan isi putusan, tanah sengketa seluas 10 are tersebut tercatat atas nama Tangkas Bilih dan pihak penggugat satu-satunya ahli waris tanah itu.

“Dalam putusan Negeri Bangli tanggal 19 November tahun 2009, salah satu clausul menyatakan hukum bahwa penggugat merupakan satu-satunya ahli waris purusa dari almarhum kelampiung Tangkas Lanang, almarhum Tangkas Pule, dan almarhum Tangkas Bilih, serta pada clausul selanjutnya menyatakan secara hukum penggugat berhak menguasai, mewarisi dan mengakhiri tanah sengketa,” ungkapnya.

Sebaliknya, pada putusan PN Bangli tahun 2009 juga menyatakan tergugat tidak berhak menguasai, mewarisi. dan mengakhiri tanah sengketa.

Disamping itu, pihak tergugat atau yang diberikan hak oleh tergugat juga diwajibkan membongkar bangunan atau menebang pepohonan yang ada di tanah sengketa dengan biaya yang dipikul sendiri oleh para tergugat.

“Pihak tergugat juga wajib menyerahkan tanah sengketa dalam keadaan kosong,” bebernya.

Walaupun telah diputuskan oleh PN Bangli, pihak tergugat belum bisa menerima. Pihak penggugat kemudian mengajukan proses banding ke Pengadilan Tinggi (PT), hingga permohonan kasasi pada tahun 2012.

Namun dari sejumlah upaya yang dilakukan pihak tergugat, hasilnya tetap nihil.

“Berangkat dari itu, penggugat mengajukan permohonan eksekusi tertanggal 10 Agustus 2017, dan kemudian pada tanggal 21 Oktober 2018 kembali permohonan pelaksanaan eksekusi dilayangkan. Karena telah dilakukan aanmaning (peringatan dari pengadilan kepada pihak berperkara) sebanyak dua kali, maka pada Jumat tanggal 14 Desember 2018 dilaksanakan ekseskusi untuk menjalankan perintah undang-undang yaitu tentang keputusan Pengadilan Negeri Bangli, Pengadilan Tinggi, dan pengadilan tingkat kasasi,” ungkap Sudarsana.

Di lain sisi, Wayan Wirta melalui kuasa hukumnya Wayan Ardika, menyayangkan proses eksekusi yang dilakukan pada Jumat siang itu.

Ardika mengungkapkan pasca eksekusi dilakukan, keluarga kliennya kini bingung harus tinggal di mana, sebab lahan yang dihuni sejak tahun 1942 itu berstatus lahan ayah desa (AYDS).

“Kami juga sempat menawarkan win-win solution agar diberikan waktu untuk pindah. Mengingat warga yang tinggal di tempat ini belum dipecat jadi warga, istilahnya masih ajeg-lah. Kalau sudah dipecat wajar diusir-usir, namun upaya yang kami sampaikan tidak diberi kesempatan,” ungkapnya.

“Kami akan melakukan upaya-upaya yang sifatnya pelaporan secara hirarki. Tindakan-tindakan yang salah menurut kami seperti tidak adanya annmaning akan kami laporkan, tidak adanya sita terhadap obyek ini akan kami laporkan. Disamping itu tindakan saat peninjauan lapangan, akan kami laporkan juga,” tandasnya. (mer)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved