Pergub tentang Pemanfaatan Produk Dikeluarkan, Pemerintah Diharapkan Lakukan Pengawasan Ketat
Pergub ini sangat bagus diimplementasikan dengan syarat adanya pengawasan yang ketat dan penerapan sanksi yang tegas
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pemerintah Provinsi Bali me-launching Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali yang terdiri dari 14 Bab dan 30 Pasal di Wantilan Desa Pengotan, Kabupaten Bangli, pada Senin (7/1/2019).
Menurut Ketua HKTI Buleleng sekaligus Dekan Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra, DR. Gede Sedana, Pergub ini sangat bagus diimplementasikan dengan syarat adanya pengawasan yang ketat dan penerapan sanksi yang tegas sehingga masing-masing pihak dapat memainkan perannya, yaitu petani dan kelompok tani sebagai produsen.
Selanjutnya hotel, restoran dan supermarket sebagai buyer, dan Perusahaan Daerah (Perusda) sebagai perantara.
Lanjut Sedana, pergub ini juga memerlukan adanya penguatan program pertanian inklusif yang artinya bahwa pembangunan pertanian yang mengintegrasikan antara sektor-sektor di hulu, sektor pertanian (pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan) dan sektor-sektor di hilir (pengolahan, penyimpanan, pengemasan dan pemasaran).
“Pemerintah sebagai regulator kebijakan pendukung pertanian inklusif serta pihak-pihak yang terkait dalam pertanian inklusif ini agar duduk bersama untuk menetapkan model bisnis yang memberikan gambaran adanya peran masing-masing pihak dan keuntungan ekonomis bagi mereka,” terang Sedana saat dihubungi melalui sambungan seluler, Senin (7/1).
Di samping itu, pertanian inklusif ini diarahkan untuk meningkatkan pendapatan para petani, peternak, nelayan, pemelihara ikan melalui peningkatan produktivitas lahan, tenaga kerja dan produk, serta menjamin kualitas produk yang dibutuhkan oleh pasar (konsumen red).
Oleh karena itu, sektor-sektor di hulu wajib menyediakan berbagai sarana dan prasaran produksi termasuk alat dan mesin pertanian yang tepat guna bagi para petani (kelompok petani) dalam upaya meningkatkan produktivitasnya.
Dalam penyediaan sarana dan prasarana produksi ini, pemerintah atau lembaga penelitian atau lembaga swadaya masyarakat perlu memberikan asistensi teknis melalui penyuluhan dan pelatihan sehingga kapasitas (pengetahuan, sikap dan ketrampilan teknis, administrasi, keuangan dan manajemen) petani menjadi semakin kuat.
Baca: Pergub Tentang Kantong Plastik Jangan Sampai Mandul Dan Tidak Bergigi
Baca: Gubernur Koster Klaim Pergub Penggunaan Busana Adat Bali Akan Tumbuhkan Ekonomi Masyarakat
Baca: Hasil Petani Tak Boleh Diutang, Segera Terbit Pergub Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Lokal Bali
“Pendampingan-pendampingan seperti itu sangat dibutuhkan dalam menjamin kemitraan bisnis yang saling menguntungkan antara petani/kelompok tani dengan perusahaan penyedia sarana, prasarana dan alat serta mesin pertanian,” imbuhnya.
Sementara itu, pihak buyer diwajibkan memiliki peran untuk memberikan informasi pasar (jumlah, mutu, harga produk) yang dibutuhkan. Informasi ini akan menjadi sangat signifikan terhadap keberlanjutan kemitraan antara petani/kelompok petani dgn pihak-pihak perusahaan (hotel, restoran, perusda, dsb). “Mereka agar menyiapkan SOP produksi dan pascapanen sehingga kualitas yang diminta dapat disediakan atau dipenuhi oleh petani/kelompok tani,” tuturnya.
Dari sisi Pemerintah, kata dia, agar senantiasa membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung berjalannya pertanian inklusif ini.
Misalnya dengan adanya kredit, subsidi, kebijakan penyuluhan, irigasi dan lain sebagainya.
Ia menambahkan sebenarnya pergub ini hanya salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan petani.
Dalam pertanian inklusif, peran konsumen sangat penting.
Konsumen perlu diedukasi agar memberikan apresiasi terhadap produk-produk pertanian yang berkualitas, misalnya melalui gerakan konsumsi produk lokal, dan memiliki willingness to pay yang tinggi terhadap produk-produk yang berkualitas.
“Ini berarti akan menjadi tantangan sekaligus peluang bagi petani untuk berproduksi secara baik untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan memberikan kepuasan yang tinggi pada konsumen. Sehingga, pendapatan petani akan semakin tinggi,” ujarnya. (*)