Goa Lawah dan Tegal Besar Dimasukkan Sebagai Kawasan Pariwisata, Begini Komentar Anggota DPRD Bali
Pansus Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Bali bersama Pemprov Bali kembali menggelar rapat untuk membahas revisi Perda RTRW Bali.
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pansus Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Bali bersama Pemprov Bali kembali menggelar rapat untuk membahas revisi Perda RTRW Bali.
Kelompok Ahli Pembangunan Provinsi Bali, Made Arca Eriawan mengatakan dalam rapat lanjutan tersebut, Pansus menanyakan perihal masukan-masukan yang didapat dari hasil kunjungan ke Kabupaten/Kota seluruh Bali.
“Tadi baru bisa dibahas dari Kabupaten Klungkung saja. Disana yang menjadi masalah adalah isu akomodasi kawasan pariwisata Tegal Besar dan Goa Lawah,” kata Arca usai rapat di Ruang Banmus, Kantor DPRD Bali, Senin (4/2/2019).
Sebelumnya, kata dia, Bupati Klungkung meminta kawasan pariwisata Tegal Besar dan Goa Lawah dimasukkan karena selama ini hanya Kabupaten Klungkung yang tidak memiliki kawasan pariwisata di Bali daratan.
“Jadi, di seluruh Bali mereka hanya punya kawasan pariwisata Nusa Penida. Kita akomodasi, kita masukkan dia dalam kawasan strategis pariwisata Provinsi. Nantinya akan ada tambahan Kawasan pariwisata Tegal Besar dan Goa Lawah disana,” imbuhnya.
Selanjutnya, Provinsi juga memiliki kewenangan mengatur batas wilayah dan Kawasan Strategis Provinsi (KSP). Dari KSP itu, Pemprov memiliki kewajiban membangun infrastruktur supaya kawasan strategis itu tetap ‘bergerak’.
Kalau temanya pariwisata maka pariwisatanya harus bergerak. Kalau temanya industri, industrinya agar bergerak. Dan kalau temanya sosial budaya, maka minimal harus terlindungi.
“Jadi Provinsi harus hadir dan pengaturan satu tata kelola itu masuk dalam wilayah Provinsi secara terpadu, tetapi Kabupaten/Kota silahkan mengatur dengan kewenangannya masing-masing,” ujarnya.
Arca menerangkan begitu menjadi KSP, kegiatan yang memiliki efek skala besar pariwisata di daerah, maka dia harus mendapatkan rekomendasi Provinsi.
Usulan yang disampaikan berikutnya adalah bahwa pembangunan Pelabuhan Penyebrangan Gunaksa supaya dilanjutkan, karena ibaratnya pelabuhan itu merupakan urat nadinya Nusa Penida untuk distribusi logistik.
“Walaupun ada banyak kapal pengangkut, namun nyatanya harga logistik disana tetap mahal karena tidak ada pelabuhan penyeberangan yang bisa digunakan kapal mengangkut logistik secara langsung sehingga harganya seperti itu,” tuturnya.
Maka dari itu dalam Raperda juga dimasukkan dalam sistem transportasi pelabuhan. Pelabuhan Gunaksa direncanakan akan menjadi pelabuhan kelas I penyebrangan.
Anggota Pansus Raperda tentang RTRW DPRD Bali, Kadek Diana mempertanyakanbagaimana konsekuensi logis jika Nusa Penida disebutkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Provinsi, mengingat KSP ini merupakan nama baru dan tidak ada dalam nomenklatur Perda RTRW yang lama.
Selanjutnya, pihaknya juga mempertanyakan bagaimana nanti maknanya jika dikaitkan dengan proses perijinan di wilayah tersebut, dan apa ada perubahan proses perijinan dari yang sebelumnya dilakukan total Pemerintah Kabupaten/Kota.
Menurutnya hal ini perlu disosialisasikan lebih lanjut ke Kabupaten/Kota sehingga bisa mengetahui apakah aturan itu dapat diterimanya atau tidak.
Di sisi lain karena yang diatur tersebut sejatinya merupakan wilayah Kabupaten /Kota.
“Kita jangan sampai mencantumkan sesuatu namun nanti malah diabaikan, atau sebaiknya biarkan saja seperti sebelumnya karena memang proses perijinan tidak pernah sampai ke Gubernur,” ucap Diana. (*)
