Kenapa Perempuan Bali Enggan Berbicara & Sulit Mengungkapkan Perasaan?

Kenapa perempuan Bali enggan untuk berbicara dan tidak terbiasa mengekspresikan perasaan?

Penulis: Noviana Windri | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Noviana Windri Rahmawati
Direktur Yayasan Sara Hati dan pendiri Pusat Kegiatan Perempuan (PKP) Ubud, Ni Komang Sariadi saat ditemui Tribun Bali dalam acara Hari Perempuan Internasional 2019 di Jalan Mertasari no.9, Sanur, Bali, Jumat (15/3/2019). 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Noviana Windri Rahmawati

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Hari Perempuan Internasional 2019 dirayakan setiap 8 Maret di seluruh dunia.

Masih dalam suasana perayaan Hari Perempuan Internasional 2019 di bulan Maret, Konsulat Jenderal Australia di Bali merayakannya dengan mengundang komunitas lokal dan Australia yang berada di Bali.

Acara perayaan Hari Perempuan Internasional ini digelar di Jalan Mertasari No.9, Sanur, Bali, Jumat (15/3/2019).

Baca: Tiba di Bali, Indra Sjafri Kaget Disambut Fans Bali United: Terima Kasih Sambutan Hangatnya

Baca: Begini Kondisi Bapak dan Anak WNI yang Jadi Korban Serangan Teroris di Selandia Baru

Acara ini merupakan salah satu bentuk dukungan Konjen Australia di Bali dalam mempromosikan keberhasilan sosial, ekonomi, budaya dan politik perempuan di Bali dan NTB.

Selain itu, advokasi gender Australia berfokus pada tiga tema tematik yakni meningkatkan suara perempuan dalam pengambilan keputusan, mempromosikan pemberdayaan ekonomi perempuan dan mengakhiri kekerasan terhadap perempuan.

Acara Hari Perempuan Internasional 2019 menghadirkan pembicara utama yakni Direktur Yayasan Sara Hati dan pendiri Pusat Kegiatan Perempuan (PKP) Ubud, Ni Komang Sariadi.

Baca: Hujan Deras Mengguyur Badung, Rumah Gusti Made Mare Putra Terendam

Baca: Soal OTT Romahurmuziy, AHY Dukung KPK Tidak Tebang Pilih

Komang Sariadi adalah sosok yang peduli terhadap perempuan dengan berbagai pengalaman kerja dan visinya untuk memberdayakan perempuan, dan membawa kesetaraan gender kepada perempuan dan anak perempuan Bali.

Ia menuturkan, penyebab perempuan Bali enggan untuk berbicara disebabkan oleh masih mengikuti sistem kerajaan.

Sehingga menjadikan perempuan Bali tidak terbiasa mengekspresikan perasaan.

Baca: Sejoli Bertengkar hingga Berakhir Pelajar SMA Ditikam, Tubuh Korban Seketika Terhuyung-huyung

Baca: Tingkatkan Keamanan Menjelang Pemilu, Linmas Desa Dibekali Pelatihan oleh Polsek Mengwi

"Karena kita memang mengikuti sistem kerajaan ya dari dulu. Jadi kita tidak terbiasa untuk mengekspresikan perasaan kita, dan sesungguhnya itu kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan,"

"Bisa dibilang perempuan Bali itu di bawah ketakutan. Ada anggapan kalau saya berbicara ini apakah dianggap aib atau ada orang yang menyorot kita dengan memberikan kesan negatif," jelasnya saat ditemui Tribun Bali setelah acara berakhir, Jumat (15/3/2019).

Lebih lanjut ia menambahkan, perempuan Bali masa kini enggan berbicara tergantung pada tempat mereka tumbuh dan berkembang.

Baca: Soal Janji Pemerintah Ganti Rugi Korban Gempa, Sudah Bebera Kali Rapat Gak Ada Kejelasan

Baca: Tingkatkan Keamanan Jelang Pemilu, Linmas Desa Dibekali Pelatihan

"Perempuan Bali masa kini tergantung sih di mana mereka tumbuh dan berkembang. Kemudian tergantung dari kesempatan yang mereka dapatkan,"

"Kalau dunia digital itu kita mencari tahu daerah mana atau jalan apa dengan google maps. Namun, kalau untuk melihat kehidupan itu orang-orang yang berpengalaman yang kita jadikan life maps," tambahnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved