Serba Serbi

Bali Aga Benteng Tertutup Sekaligus Terbuka untuk Kebudayaan Bali

Dalam buku ini dibahas mengenai keberadaan masyarakat Bali Aga atau Bali mula dengan tradisinya yang unik

Penulis: Putu Supartika | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Rizal Fanany
(Ilustrasi. Foto tidak terkait berita) Umat Hindu melaksanakan persembahyangan Hari Raya Galungan di Pura Jagatnatha, Denpasar, Rabu (26/12/2018). Hari Raya Galungan merupakan hari kemenangan kebenaran (dharma) atas kejahatan (adharma) yang dirayakan setiap enam bulan sekali dengan melakukan persembahyangan di tiap-tiap pura. 

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Mengambil tempat di Fakultas Ilmu Budaya Unud, digelar diskusi buku Rumah Leluhur Kami; Kelebihdahuluan dan Dualisme dalam Masyarakat Bali Dataran Tinggi.

Diskusi ini digelar Jumat (12/4/2019) kemarin.

Buku ini merupakan karya Prof Thomas Reuters yang merupakan profesor di Asia Institute, Universitas Melbourne.

Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Arief Bagus Presetyo dari judul asli The House of Our Ancestors; Precedence and dualism in highland Balinese society.

Dalam buku ini dibahas mengenai keberadaan masyarakat Bali Aga atau Bali mula dengan tradisinya yang unik.

Sang penulis Thomas Reuters mengatakan di Bali terdapat 52 desa atau lebih desa khas Bali Aga.

Masyarakat Bali Aga ini memiliki satu pura induk yang dipuja beberapa kelompok dan di pura tersebut dianggap berstana leluhur mereka.

Baca: Kentut di Depan Pasangan Bisa Merekatkan Hubungan dan Bikin Kisah Kalian Lebih Bahagia, lho

Baca: Lahir Sabtu Pon Ugu, Panjang Umur, Hemat dan Banyak Rejeki

"Jaringan Pura Pucak Penulisan di Kintamani merupakan yang terbesar karena dipuja oleh 40 desa pada Purnama Kapat," kata Thomas.

Desa Bali Aga ini menerapkan ulu apad dalam sistem adatnya.

Sementara penerjemah, Arief Bagus Prasetyo mengatakan buku ini memiliki genre teks karya ilmiah akademik.

Dalam penerjemahan ini ada tantangan tersendiri karena bukan bacaan populer dan memang diperuntukkan untuk kalangan akademis khususnya Antropolog.

Diskusi buku Rumah Leluhur Kami; Kelebihdahuluan dan Dualisme dalam Masyarakat Bali Dataran Tinggi di Fakultas Ilmu Budaya Unud, Jumat (12/4/2019) kemarin.
Diskusi buku Rumah Leluhur Kami; Kelebihdahuluan dan Dualisme dalam Masyarakat Bali Dataran Tinggi di Fakultas Ilmu Budaya Unud, Jumat (12/4/2019) kemarin. (Tribun Bali/I Putu Supartika)

"Buku ini mengulas secara rinci tentang Bali Aga. Kalimatnya kompleks, karakternya kaya dengan konsep, jargon, dan idiom. Idiom khas Bali Aga banyak di sini sehingga sulit dalam penerjemahan," katanya.

Sebagai pembahas, Prof Dr I Nyoman Darma Putra mengatakan penulisan buku ini mengalir tanpa repetisi atau pengulangan.

Biasanya banyak yang menulis skripsi atau disertasi yang memiliki repetisi, namun buku ini nyaris tak memiliki repetisi.

Baca: Tidak Semua Ikan Menyehatkan, Ini Daftar Ikan dengan Kandungan Merkuri Tertinggi, Bisa Beracun

Baca: Dituding Pelit, Pria Asal Iran Digugat Cerai Istri Saat Bulan Madu

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved