Setelah Retakkan Leher Hingga Bunyi 'Krek' Wanita Ini Langsung Lumpuh Dan Menyesal

Di sana, dokter menemukan bahwa retakan leher Kunicki pada malam itu telah merusak arteri vertebralisnya.

Editor: Eviera Paramita Sandi
Freepik
ilustrasi meretakkan leher hingga berbunyi krek 

TRIBUN-BALI.COM - Meretakkan tangan, punggung, atau leher hingga berbunyi "krek" memang terasa melegakan.

Namun, kita perlu waspada saat melakukannya karena ada bahaya yang tersimpan dari kebiasaan tersebut.

Seperti yang dialami oleh Natalie Kunicki, seorang paramedis berusia 23 tahun di Inggris.

Dia meretakkan lehernya untuk melakukan peregangan ketika menonton film di tempat tidur dengan temannya.

Kebiasaan ini sering dilakukan oleh Kunicki tanpa masalah apapun sebelumnya.

Namun, pada malam 4 Maret 2019 itu berbeda.

15 menit setelah meretakkan lehernya, dia ke kamar mandi tapi mendadak perempuan itu tak bisa menggerakkan kaki kirinya.

Dia kemudian dilarikan ke rumah Sakit Univerity College London (UCL).

Di sana, dokter menemukan bahwa retakan leher Kunicki pada malam itu telah merusak arteri vertebralisnya.

Arteri vertebralis adalah salah satu arteri utama di leher.

Akibat retakkan leher "sederhana" itu, tercipta gumpalan darah yang memicu stroke dan menyebabkan kelumpuhan di tubuh bagian kiri Kunicki.

Menurut John Hopkins Medicine, ketika seseorang meretakkan leher, punggung, atau jari mereka, bunyi itu berasal dari "gelembung" nitrogen di dalam kapsul yang melindungi persendian atau ligamen saat mereka meregangkan dan membenturkan kembali ke tempatnya.

Pada kebanyakan kasus, kebiasaan ini tidak berbahaya. Namun jika bunyi itu dirasakan oleh rasa sakit atau bengkak, bisa jadi ada indikasi cedera dan perlu perhatian medis.

Dr Robert Glatter, dokter darurat di Lenox Hill Hospital, New York City menyebut bahwa secara umum retakkan leher perlu dihindari karena bisa menyebabkan pecahnya dinding pembuluh darah kritis yang memasok darah ke otak.

 "Robekan di dinding pembuluh darah dapat menyebabkan stroke jika gumpalan darah terbentuk di lokasi cedera, dan kemudian pecah dan memnlokir aliran darah ke otak," ungkap Glatter dikutip dari Live Science, Jumat (19/04/2019).

Sumber: Kompas.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved