Terjerat Kasus Korupsi & Diberhentikan Tak Hormat, 4 PNS Ajukan Keberatan Pemecatan
Empat PNS yang diberhentikan tidak hormat per 1 Januari 2019 lalu, mengajukan keberatan kepada Bupati Bangli
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Empat PNS yang diberhentikan tidak hormat per 1 Januari 2019 lalu, mengajukan keberatan kepada Bupati Bangli.
Satu di antaranya bahkan telah berproses di Komisi ASN setelah keberatan yang diajukan ditolak oleh Bupati Bangli.
Sejatinya, terdapat lima PNS yang diberhentikan dengan tidak hormat pada awal tahun 2019.
Ini sanksi karena mereka semua terlibat kasus korupsi.
Meski demikian, hanya empat PNS yang mengajukan keberatan pada Bupati Bangli.
Di antaranya, Cok Istri Trisnadewi, Dewa Rai, AA Alit Darmawan, dan Wayan Gobang.
Satu yang mengajukan ke Komisi ASN adalah Cok Istri Trisnadewi.
Baca: Rekrutmen CPNS 2019 Dibuka Oktober Mendatang, Bali Bakal Usul Formasi Guru Bahasa Bali & Agama Hindu
Baca: Pencairan THR PNS, Polri, TNI, dan Pensiunan Kemungkinan Tidak Tepat Waktu, Ini Penjelasannya
Kuasa hukumnya, I Wayan Sumardika menjelaskan sebagaimana diatur dalam pasal 129 Undang-undang ASN tahun 2014, sengketa ASN harus dilakukan upaya keberatan terlebih dahulu kepada Bupati Bangli.
Namun karena upaya keberatan tidak diterima, sesuai pasal tersebut pihaknya melakukan banding administrasi ke Komisi ASN di Jakarta.
“Sudah, sudah kami lakukan upaya banding administrasi ke Komisi ASN. Suratnya kami kirimkan pada tanggal 2 April 2019, dan diterima (Komisi ASN) tanggal 4 April 2019,” ungkapnya, Rabu (15/5/2019).
Berdasarkan surat yang dikirimkan, diketahui saat ini Komisi ASN sedang berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Lanjut Sumardika, bila banding administrasi tersebut diterima, maka kliennya yakni Cok Istri Trisnadewi kembali menjadi ASN.
Baca: Terduga Pelaku Mutilasi di Pasar Diam Saat Anjing Pelacak Datang, Polisi Lalu Iseng Panggil Sugeng
Baca: 7 Upacara Hindu untuk Menghormati Lingkungan Hidup
Sebaliknya, jika banding administrasi tersebut ditolak Sumardika menegaskan bahwa undang-undang memberikan peluang untuk melakukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
“Kenapa PTUN Denpasar tidak diberikan kewenangan lagi memeriksa dan mengadili sengketa ASN?, pertama di UU ASN 2014 ini sudah diatur tahapan-tahapan tentang penyelesaian sengketa ASN. Kedua, bahwa dengan keluarnya Perma No. 6 tahun 2018, PTUN setempat tidak lagi diberikan kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perkara sengketa ASN. Sebab itu jika banding administrasi ini ditolak, kami akan melakukan banding aministrasi ini di Jakarta sesuai dengan wilayah hukum komisi ASN,” jelasnya.
Sumardika mengaku optimistis bakal memenangkan perkara ini.
Pasalnya, SK bupati tentang pemberhentian Cok Istri Trisnadewi dinilai cacat yuridis.
Katanya, kasus tipikor yang dialami Cok Istri Trisnadewi berkekuatan hukum pada tanggal 9 September 2013.
Baca: Masuk Objek Wisata di Badung Akan Gunakan E-Tiket
Baca: Safari Ramadan, Kapolres Gianyar Berbagi dengan Anak-anak Yatim Piatu dan Kaum Duafa
Namun Bupati Bangli, imbuh Sumardika, memberhentikan dengan tidak hormat Cok Istri Trisnadewi pada 31 Desember 2018.
“Harusnya, klien kami diberhentikan pada akhir September 2013. Namun faktanya pada 31 Desember 2018, dengan menggunakan dasar hukum yang terbit tahun 2014, dan PP yang terbit tahun 2017. Padahal peristiwa hukumnya terjadi tahun 2013,” ungkapnya.
“Bukan kami tidak sepakat dengan pemberhentian ASN yang terlibat kasus tipikor, tapi kita bicara tentang dasar hukum. Kalau peristiwanya terjadi tahun 2013, lalu klien kami diberhentikan tidak hormat dengan menggunakan dasar hukum yang lahir tahun 2014 dan 2017, peraturan perundang-undangan kan tidak berlaku surut. Jadi disanalah letak cacat yuridisnya,” jelas Sumardika.
Tak Mungkin Cabut Keputusan
Kabag Humas Setda Bangli, Ida Bagus Widnyana mengakui memang ada empat mantan ASN yang mengajukan keberatan atas pemecatannya.
Dalam keberatan yang diterima, seluruh mantan ASN itu memohon agar bisa dibatalkan pemecatan tersebut.
Gus Widnyana mengaku dari seluruh keberatan yang masuk, pihaknya telah memberikan jawaban sesuai dengan aturan yang ada.
“Kami tidak bisa menerima keberatannya untuk memutuskan keputusan (pemecatan) yang telah dibuat pemerintah daerah. Keputusan ini berdasarkan perintah peratuan perundang-undangan,” ucapnya.
Sedangkan pengajuan keberatan terkait pemecatan itu, kata Gus Widnyana hal tersebut merupakan hak.
Namun untuk pencabutan keputusan, ia menegaskan tidak mungkin dilakukan.
“Itu tidak mungkin karena pemerintah daerah taat asas. Kecuali kalau memang pengadilan yang memutuskan bahwa apa yang kami lakukan, dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang diputusakan oleh pengadilan,” tandasnya. (*)