Divonis Bersalah Aniaya Siswi SMA di Klungkung, Mata Kepsek Made Suberata Berkaca-Kaca
Mata I Gusti Made Suberata (58) tampak berkaca-kaca seusai menjalani sidang tipiring di Pengadilan Negeri (PN) Semarapura, Klungkung, Kamis (4/7).
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, KLUNGKUNG - Mata I Gusti Made Suberata (58) tampak berkaca-kaca seusai menjalani sidang tipiring di Pengadilan Negeri (PN) Semarapura, Klungkung, Kamis (4/7).
Kepala SMA Saraswati Klungkung tersebut divonis bersalah oleh majelis hakim karena melakukan penganiayaan ringan terhadap siswinya, Ni Komang Putri (18), warga Banjar Tojan Kaler, Desa Tojan, Klungkung.
Persidangan yang dipimpin Ketua PN Semarapura Ayun Kristiyanto, dimulai sekitar pukul 10.00 Wita.
Terdakwa hadir menggenakan pakaian adat, didampingi penasehat hukumnya I Wayan Suniarta.
Sementara korban Komang Putri hadir didampingi seluruh anggota keluarganya.
Hakim tunggal Ayun Kristiyanto dalam vonisnya menyatakan Gusti Suberata bersalah telah melakukan penganiayaan terhadap Komang Putri dan diganjar hukuman selama satu bulan penjara dengan masa percobaan dua bulan.
Dengan vonis itu, Gusti Suberata pun tidak perlu menjalani hukuman penjara.
Hanya saja Kepsek SMA Saraswati Klungkung ini diperingatkan agar tidak lagi melakukan hal serupa dan harus menjaga sikap seperti tidak menghina dan berkata kasar di sekolah.
"Terdakwa sudah seharusnya menjaga sikap sebagai pendidik. Jika menghina atau melontarkan kata kasar, maka dapat menjalani hukuman penjara satu bulan,“ ujar hakim Ayun Kristiyanto dalam sidang.
Putusan hakim tersebut menimbang berdasarkan bukti visum, keterangan saksi maupun terdakwa.
Terlebih terdakwa mengakui kesalahannya karena sempat memegang rambut, menekan kepala, dan menepuk punggung korban sehingga merasa sakit.
Perbuatan yang dilakukan terdakwa, dinilai ada unsur penganiayaan ringan sesuai pasal 352 ayat 1.
"Sakit itu tidak harus menderita sakit fisik dan batin. Mereka nyaman juga merasa sakit, sehingga unsur penganiayaan ringan mengakibatkan saksi korban sakit terpenuhi secara hukum," tegas Ayun.
Yang memberatkan, perbuatan terdakwa dianggap meresahkan masyarakat.
Selain itu, terdakwa yang seorang guru seyogyanya dapat menahan diri. Sedangkan yang meringankan, terdakwa telah berdamai dengan korban, dan menyadari kesalahannya.