Atap Jerami Ini Bisa Tahan 15 Tahun
Tangan Mustamin terlihat lincah menggenggam dan menyusun daun alang-alang kering ke sepotong bambu. Dengan sangat sabar dan rapi, pria asal Mantan
Penulis: I Made Argawa | Editor: Iman Suryanto
TRIBUN-BALI.COM, BADUNG - Tangan Mustamin terlihat lincah menggenggam dan menyusun daun alang-alang kering ke sepotong bambu. Dengan sangat sabar dan rapi, pria asal Mantan Desa Genteng, Lombok tengah ini menyusunnya menjadi sebuah atap.
Pria yang telah menekuni pekerjaan sebagai pengerajin atap selama enam tahun di Badung ini, mengaku sangat menyukai pekerjaannya tersebut. Bahkan hasil karya yang dikerjakan di sebuah tempat di Jalan Raya Munggu-Buduk, Badung ini telah banyak dikenal oleh wisatawan dari belahan dunia dan daerah, meski bahan bakunya di datangkan secara langsung dari Lombok Barat.
“Di Bali sangat sulit mencari alang-alang seperti di Lombok Barat. Di sana alang-alangnya lebih panjang dan makin lama ditumpuk warnanya makin kuning,” jelasnya saat di sambangi Tribun Bali Minggu (9/11).
Pria berusia 27 tahun ini mengungkapkan untuk ketahanan atap jerami hasil kreasinya mampu bertahan hingga 15 tahun. Namun hal itu semua, tergantung pada perawatannya. “Atap jerami harus sering dibersihkan dari daun-daun kering yang menempel dan disemprot dengan pestisida serangga,” ungkapnya.
Mustamin, panggilan akrabnya, mendapatkan upah Rp 1.600 dari sebuah atap jerami yang dijual dengan harga Rp 10 ribu. Ia juga menjelaskan, untuk ketahanan alang-alang asal Lombok memang tidak diragukan lagi, tapi biasanya dalam rentan waktu yang lama, bambu yang dipergunakan untuk mengikat alang-alang tersebut lebih cepat lapuk. “Jika perawatannya bagus, dalam waktu 12 hingga 15 tahun baru diganti,” paparnya.
Dia juga mengaku, jika atap jerami yang dibuatnya pernah dikirim ke Malaysia dan beberapa daerah lainnya. Saat itu, bosnya menerima orderan hingga 10 ribu lembar atap jerami. “Disini kami membuat atap jerami dengan ukuran 2,80 cm, jika pemesan menginginkan lebih panjang dan lebih tebal, bisa kami membuatkannya,” ujarnya.
Selain itu, Roy, seorang pembuat atap jerami lainya mengatakan, jika usaha tersebut perbulannya mampu mengumpulkan laba sebesar Rp 8 juta hingga Rp 10 juta. Pria yang telah membuat atap jerami sejak tahun 1992 itu menerangkan, saat ini pesanan cukup banyak.”Biasanya di kirim ke Singaraja, Kuta, dan Nusa Dua untuk atap villa,” jelasnya.
Roy mengungkapkan tantangan yang dihadapi dalam bisnis tersebut, hanya pada masalah pembayaran dengan konsumen saja. Jika sedang mujur pembayaran lancar oleh konsumen, tapi jika sedang sia bisa atap jerami yang telah selesai belum diambil oleh pemesan. “Itulah bisnis, tidak selamanya lancar. Jerami itu saja belum diambil oleh pemesan dari Singaraja,” tunjuknya pada tumpukan jerami yang berada di Depan tempatnya bekerja di Daerah Munggu, Badung.
Kerajinan Bali Punya Pangsa Pasar Sendiri
Aneka barang kerajinan Bali yang dibuat dengan rancang bangun (desain) yang dikombinasikan dengan budaya lokal, mempunyai pangsa pasar tersendiri di pasar ekspor, sehingga tidak terlalu mengkhawatirkan terhadap persaingan dari negara tetangga.
"Barang kerajinan Bali memang mendapat persaingan dari negara lain seperti Tiongkok, Vietnam dan India, tetapi semua itu tidak perlu merisaukan karena sama-sama memiliki pangsa pasar tersendiri," kata Ketut Nadia, pengusaha aneka kerajinan di Gianyar, Minggu.
Apalagi produk asal Tiongkok memiliki citra sebagai produk yang murah dengan kualitas yang rendah, dan kondisi itu menguntungkan bagi Bali. Pokoknya hasil kerajinan Pulau Dewata mampu menyentuh hati calon pembelinya tentu dengan harga terjangkau, kata dia.
Tersebar luasnya citra kurang menguntungkan produk asal negeri Tiongkok tersebut, menyebabkan aneka barang kerajinan sentuhan tangan-tangan terampil perajin Bali punya pangsa pasar khusus di luar negeri, sehingga pesanan yang diterima perajin tetap tinggi.
Walau ada krisis ekonomi global, realisasi aneka kerajinan yang diekspor, sehingga perolehan devisa aneka kerajinan dan komoditas nonmigas lainnya selama 2014 hingga September sesuai catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Bali mencapai 399 juta dolar AS.
Perekonomian global belum pulih benar, tetapi perolehan devisa dari perdagangan aneka barang kerajinan dan nonmigs lainnya masih ada kenaikan sebesar 1,32 persen, selama sembilan bulan I-2014, jika dibandingkan periode yang sama di tahun 2013 yang hanya sebesar 303 juta dolar.
Hal yang cukup menggembirakan itu, berkat kerajinan Bali yang tadinya mendapat persaingan ketat dari negara tetangga, masih laku terjual dengan cukup memadai bahkan ada peningkatan dalam perolehan devisa. Nadia mengatakan, negara pesaing industri Bali dalam memproduksi matadagangan dilakukan secara massal dengan memanfaatkan teknologi industri sehingga mampu menghasilkan barang dalam jumlah tertentu, namun kualitasnya rendah.
Sedangkan pengusaha dan perajin Bali dalam menciptakan barang bernilai seni masih mempertahankan keterampilan tangan dalam memenuhi permintaan atau pesanan yang datang dari mitra bisnisnya di luar negeri. Masih tinggi permintaan pasar akan aneka barang kerajinan Bali seperti perabotan rumah tangga, anyaman bambu yang dipadukan dengan rotan, patung kayu, mainan anak-anak menyebabkan perolehan devisa bertambah terus.
"Ini artinya barang kerajinan yang dibuat secara artistik oleh masyarakat Bali, memiliki pangsa pasar khusus yang tidak tergantikan," tutur Nadia sambil menyebutkan ada sedikitnya 17 jenis kerajinan daerah ini dipasarkan ke luar negeri.(arg/isu/ant)