SIMPANG RING BANJAR

Pura Brahmana Pertahankan Style Zaman Kerajaan

Pura Brahmana di Banjar Batuaji, Desa Batubulan Kangin, Sukawati, Gianyar ada sejak masa kerajaan. Pangemponnya tak pernah merenovasi.

Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: mshudaini
zoom-inlihat foto Pura Brahmana Pertahankan Style Zaman Kerajaan
TRIBUN BALI/ I WAYAN ERI GUNARTA
Pura Brahmana berada di wilayah persawahan di Banjar Batuaji.

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Pada abad XVII Batubulan adalah wilayah paling timur Kerajaan Badung. Rajanya bernama I Gusti Ngurah Jambe Pule. Sebelum Dewa Agung Kalesan yang merupakan anak angkat raja Badung mendirikan istana di Batubulan, wilayah ini merupakan hutan belantara.

Pada saat berada di hutan bersama ratusan pengikutnya, Dewa Agung Kalesan melihat sebuah batu yang bercahaya seperti bulan. Oleh karena itu, beliau menamai tempat itu Batubulan. Saat ini batu bercahaya ini disimpan di Merajan Agung Batubulan.
Di sini Dewa Agung Kalesan dan para pengikutnya menetap untuk memegang pemerintahan serta memperluas wilayah kekuasaan sampai ke Batuyang dan Batuaji yang berlokasi di sebelah timur Batubulan. Dalam pemerintahannya, para pengikut Dewa Kalesan mendirikan pura keluarga di setiap wilayah kekuasaannya.

Saat ini di Banjar Batuaji ditemui belasan pura keluarga. Satu di antaranya adalah Pura Brahmana yang diempon oleh keluarga I Wayan Rikan, yang saat ini berstatus sebagai Jro Mangku Pura Brahmana.

Mangku Rikan mengaku tidak mengetahui kenapa ia yang seorang sudra bisa mengempon Pura Brahmana. Tidak adanya lontar ataupun prasasti yang tertulis di pura tersebut membuatnya tidak bisa mencari tahu jawaban dari pertanyaan itu.

"Saya sudah mewarisi pura ini secara turun temurun. Tidak ada lontar, prasasti dan tidak ada pesan dari keluarga tentang pura ini. Makanya tidak tahu apa-apa. Saya hanya menjalankan apa yang sudah dilakukan oleh leluhur," ujarnya, Senin (15/12).

Di pura yang terletak di tengah persawahan ini, jumlah pelinggih-nya mencapai belasan. Di antaranya, Gedong Gede, Pengrurah, Pengapit, Sanggah Penyawang dan masih banyak lagi. Sejak berdirinya pura ini, pihak keluarga tidak pernah merenovasi. Sehingga, ciri khas pelinggih zaman kerajaan Badung yang identik dengan batu bata masih bisa ditemui di sini.

Simbol Bhatara yang dipuja Pura Brahmana berupa pratima Dewa-Dewi. Odalan jatuh pada hari Budha Cemeng. Karena yang bersembahyang hanya keluarganya, odalan-nya selalu mengambil tingkat alit (kecil). Tenggang waktu upacaranya hanya satu hari.
Meski berstatus sebagai jro mangku, namun status Rikan di banjar tetap krama biasa. Hal tersebut dikarenakan ia menjadi pemangku pura keluarga, buka pura umum. "Tapi, kalau odalan di Pura Kahyangan Tiga, saya tetap jadi pelayan jro mangku," ujarnya.

Secara turun temurun, anak yang dipilih menjadi pemangku adalah anak laki-laki tertua. Sebab anak laki-laki terkecil menggantikan orangtua mebanjar adat. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved